Perang Surabaya November 1945, bisa dikatakan merupakan pertemuan antara
: Keberanian rakyat Indonesia, kegagalan Intel Inggris, cerobohnya
Belanda dan naifnya pemimpin Republik di Jakarta dalam memahami keadaan.
Perang
ini amat massif sifatnya dan merupakan perang pertama di dunia setelah
Hitler dikalahkan pada Mei 1945. Perang ini juga merupakan sebuah
kejutan besar bagi Inggris dan menjadi inspirasi bagi negara Asia
lainnya untuk mengobarkan perlawanan anti kolonial. Bisa dikatakan
“Perang Surabaya adalah titik balik terpenting bagi negara-negara
jajahan di Asia untuk memulai revolusinya”.
Di
tahun 1942, ketika Jepang berhasil menginvasi Jawa dan mendaratkan
banyak pasukan di Pulau paling kaya di Asia, pasukan Belanda mundur ke
belakang. Beberapa pasukan Belanda di garis terdepan ditangkap dan
diinternir, namun para penggede militer Belanda terutama bagian intelnya
berhasil mengungsi ke tepi-tepi pantai atau di bandara kecil kota
diterbangkan ke Australia dengan terburu-buru. Disana para penggede
militer Belanda terus menjalin hubungan dengan Inggris, dan memeloti
setiap berita yang masuk tentang Hindia Belanda. Dikabarkan pula Belanda
telah menanam ribuan senjata ringan dan beberapa senjata berat yang
siap digunakan sebagai perlawanan bawah tanah terhadap Jepang bila
kemudian hari Jepang sudah melemah daya tempurnya maka pasukan bawah
tanah bersenjata siap mengepung Jepang. Sampai detik ini belum bisa
dibuktikan adanya penemuan senjata-senjata baru, tapi dari banyak
kesaksian di masa perang Revolusi 1945 banyak dari pasukan laskar
bersenjata memiliki alat persenjataan yang amat baik dan bukan
peninggalan Jepang.
Sementara
di Eropa, Churchill dan Franklin Delano Roosevelt terus melakukan
koordinasi, mereka berdua memanfaatkan Stalin untuk menghadapi Hitler di
front timur dan juga memutuskan sebuah persetujuan baru untuk bersiap
bila sekutu kalah oleh Hitler di Eropa maka pertempuran akan dilanjutkan
di Asia. Churchill dan Roosevelt pun menuliskan perjanjian Atlantic
Charter 1940 yang isinya antara lain : “Hak bangsa-bangsa untuk
menentukan nasibnya sendiri” isi perjanjian ini jika dilihat kemudian
waktu adalah hanya sebagai bom waktu agar bangsa Asia bisa dimanfaatkan
oleh Inggris dan Amerika Serikat dalam melawan Hitler. Bukti bahwa
Inggris-Amerika akan menjadikan semua dunia adalah wilayah jajahan
mereka terjadi tahun 1945, dalam perjanjian
Yalta, Inggris-Amerika Serikat dan Sovjet Uni sepakat bahwa geopolitik
akan dibelah menjadi blok barat dan blok timur. Setelah Stalin
tertawa-tawa menandatangani perjanjian ini di depan Roosevelt dan
Churchill, lalu Roosevelt dan Churchill bertemu di ruangan lain dan
membicarakan tentang nasib jajahan Asia. Churchill bersikeras “Biarlah
jajahan di Asia akan tetap seperti masa sebelum Jepang mengobrak-abrik
Asia” ini artinya : Inggris, Perancis dan Belanda akan menerima
keuntungan besar. Roosevelt diam saja karena mau-nya Churchill ini jelas
merugikan Amerika Serikat. Roosevelt melihat keadaan dan kemudian
pelan-pelan menarik diri dari agresifitas Inggris di Asia. Bagi
Roosevelt belum waktunya Amerika masuk ke Asia, sebuah wilayah yang
belum begitu dikenalnya kecuali Filipina.
Ketika
kemenangan sekutu mulai terasa di Asia, setelah MacArthur secara lompat
kodok berhasil satu persatu mencaplok pulau-pulau di Asia, berawal dari
kemenangannya menguasai pulau-pulau kecil di Pasifik selatan, kemudian
menguasai Biak dan membunuhi ribuan serdadu Jepang. Lalu menerbangkan
pesawat-pesawatnya ke Filipina, disana MacArthur memenuhi janjinya
kepada rakyat Filipina “I shall return”. Sampai pada titik ini,
MacArthur dan Amerika Serikat masih bercitra menjadi pembebas negeri,
apalagi di Asia, Jepang amat kalap demi kemenangan perang ia memperbudak
penduduk negeri-negeri jajahan.
Namun
dibalik kemenangan MacArthur ini, Belanda dengan licik memanfaatkan
Amerika Serikat, seperti kebiasaan orang Belanda yang selalu ambil
manfaat sebanyak-banyaknya dan berjuang sekecil-kecilnya, maka Belanda
mulai mendompleng kemenangan MacArthur demi menguasai kepulauan paling
kaya di dunia : Hindia Belanda. Pada tahun 1943, ketika Filipina sudah
dikuasai MacArthur, Belanda langsung menerbangkan Van Mook dari
Australia untuk ikut menandatangani perjanjian di Tacloban, Filipina
tentang wilayah perang. Saat itu wilayah perang dibagi dua : Wilayah
Tenggara (South East) dan South West (Pasifik Barat Daya) kebanyakan
wilayah Indonesia masuk ke dalam South West. Baik wilayah perang Asia
Tenggara dan Pasifik Barat Daya semuanya dibawah komando MacArthur
sebagai Supreme Commander. Setelah Jepang menyerah kalah, dengan
gentleman Amerika Serikat menyerahkan wilayah perang itu kepada Inggris.
Inggris saat itu menunjuk Lord Louis Mountbatten, Raja Muda India untuk
menjadi penguasa di Asia eks jajahan Jepang. Mountbatten sendiri
berkedudukan di Saigon.
Van
Mook, Van Der Plas dan Spoor adalah tiga serangkai dari Belanda yang
paling banyak melobi pihak Inggris untuk mengembalikan Hindia Belanda ke
tangan Belanda. Van Der Plas menganggap remeh situasi di Hindia
Belanda. Inilah kesalahan terpenting intel-intel Belanda di Indonesia
yang masih melihat pergerakan pemuda di Jawa atau Sumatera adalah
pergerakan anak bawang. Karena sikap meremehkan Van Der Plas ini membuat
Van Mook bersama Spoor hanya merekrut 5000 serdadu
Belanda dari Suriname dan Curicao untuk disiapkan mengamankan kedatangan
mereka di Jawa.
Saat
sarapan pagi di markasnya Australia, Van Mook kaget mendengar berita
Proklamasi dari Jakarta. Van Mook mulai memiliki insting akan ada
situasi berat, tapi ketika Van Mook menyampaikan ini ke Van Der Plas,
Van Der Plas hanya tersenyum kecil dan berkata singkat “Apa bisa
sekelompok manusia penakut melawan Brigade tempur veteran perang dunia?”
Sekelompok
orang pengecut ternyata sudah berubah. Van Mook mati-matian
mempertahankan pendapat bahwa Belanda harus mengirimkan banyak pasukan.
Van Der Plas menolak, karena dengan mengirimkan banyak pasukan akan
membuat kecurigaan Inggris tentang begitu menggebunya Belanda mencaplok
Hindia Belanda “Santai saja jangan membuat Inggris atau Amerika
memperhatikan kita” . Gagal meyakinkan Van Der Plas, akhirnya Van Mook
menghubungi jaringannya di London agar segera melobi Perdana Menteri
Inggris. Utusan Van Mook mengejar PM Inggris ke Downing Street, tapi
ternyata Churchill sedang beristirahat di Chequers, pinggiran kota
London disana diadakan pertemuan dadakan. Churchill akhirnya menyarankan
agar dibentuk sebuah tentara pengambil alihan sipil, pihak Belanda
setuju lantas disana dibentuklah NICA (Nederlaands India Civil Affair),
NICA ini akan jadi semacam pengawal pemerintahan peralihan untuk
kemudian menegakkan kekuasaan Belanda di Inggris, dalam nota Chequers
yang tertanggal 24 Agustus 1945 ini pula termuat komitmen Inggris untuk
siap membantu apabila NICA mengalami kesulitan dalam menegakkan kembali
kekuasaannya di Indonesia.
Nota
Chequers ini amat rahasia, bahkan Van Mook sendiri sampai beberapa saat
merahasiakannya di depan teman-temannya, karena apabila ini bocor maka
pendaratan Inggris sebagai pasukan pembuka akan gagal. Inggris kemudian
membentuk RAPWI, sebuah organ pembebasan tawanan perang sekutu oleh
Jepang dan pasukan Inggris mendarat di Jawa atas nama AFNEI. Barulah
beberapa hari kemudian setelah berpikir panjang Van Mook menunjukkan
surat nota Chequers ke Van Der Plas, sambil marah-marah Van der Plas
bilang ke Van Mook, kenapa tidak langsung diberikan kepada dirinya info
itu, karena Van Der Plas bisa tau posisi Inggris saat ini. Van Der Plas
langsung memutuskan untuk membawa Van Mook ke Kandy, Srilanka untuk
menemui Lord Louis Mountbatten.
Disini
kemudian Van Mook dan Van Der Plas ditemui di teras belakang dengan
santai di rumah dinas Mountbatten. “Kita akan melanjutkan hasil
pertemuan di Yalta 1945 dan melanjutkan keputusan tuan Perdana Menteri
tentang ini” kata Van Mook sambil menyerahkan surat nota Chequers kepada
Mountbatten. Raja Muda India itu membaca dengan seksama surat itu, lalu
mengonfirmasi dengan ajudannya atas keabsahan surat itu lewat jalur
rahasia, setengah jam kemudian ada pesan dari London bahwa surat itu
absah. Tanpa pikir panjang Mountbatten berkata “Akan saya perintah ke
seluruh divisi pasukan saya untuk membantu pasukan Belanda. Tapi ini
jangan terlalu berlebihan biarlah Inggris membereskan seluruh persoalan
sipil dengan baik”
“Kami
tak ingin kedahuluan Komunis” kata Van Mook menakut-nakuti Inggris.
Mountbatten tersenyum “Saya tau watak Stalin, ia sudah terikat dengan
perjanjian Yalta 1945. Stalin tidak akan masuk ke wilayah yang dikuasai
sekutu, asal kita jangan pancing dia”. Mountbatten langsung melanjutkan
“Saya punya intelijen disana namanya Kolonel Van Der Post, biarlah dia
jadi perwira penghubung nanti kita akan terima banyak laporan dari dia”.
Van
Mook setuju, begitu juga dengan Van Der Plas mereka bersalaman dengan
Mountbatten lalu balik ke Australia dan menyiapkan pasukan serta para
perwira stafnya. Di Australia pemimpin pasukan diputuskan perwira KNIL
orang Jawa bernama Abdulkadir Wijoyoatmodjo dan Mayor KNIL
Santoso.Abdulkadir dan Santoso diperintahkan Van Mook untuk ke Djakarta
untuk mengadakan pengembangan kontak-kontak jaringan dengan eks perwira
KNIL yang masih memiliki pasukan. Abdulkadir dan Santoso langsung
berangkat ke Jakarta dan menemui beberapa perwira KNIL di Jakarta untuk
bersiap melakukan perang dengan pihak Indonesia apabila pasukan NICA
nanti mendarat dan menerima perlawanan.
Setelah
Abdulkadir bertemu dengan pasukannya, lalu Van Mook dan Van Der Plas
datang ke Jakarta disana ia berjumpa dengan Kolonel Van Der Post, kontak
terpenting Van Der Post dengan banyak pemimpin-pemimpin baru Republik.
Van Mook agak nggak suka dengan Van Der Post yang secara eksplisit
mendukung kemerdekaan Indonesia. Van Der Post sempat menertawai Belanda
ketika pasukan Belanda akan datang kembali. “Kamu akan berhadapan dengan
banyak orang nekat” kata Van Der Post di satu sore depan stadion Vios,
Menteng.
Karena sudah memegang Nota Chequers itu Van Mook amat yakin bisa menguasai kembali Republik.
Sementara
di Djakarta sendiri, kedatangan sekutu disambut baik. Sukarno amat
takut apabila dirinya akan ditangkap karena tuduhan kolaborator,
sementara Hatta dan Sjahrir sudah berhitung untuk menghindari perang
terhadap sekutu. Kelemahan Sukarno yang kadang-kadang menyebalkan adalah
“Ia tidak memperhitungkan kekuatannya sendiri” padahal seluruh bangsa
ini mau merdeka secara sukarela karena mereka melihat figur Sukarno.
Hatta
dan Sjahrir amat bergantung dengan figur Sukarno. Sementara kekuatan
lain belum bermunculan, Tan Malaka masih bersembunyi di rumah Achmad
Subardjo dan masih bingung harus kontak siapa lagi yang bisa dipercaya,
karena Sukarni menghilang setelah Tan Malaka bertemu dengan Sukarni di
rumahnya. Sukarni, Maruto Nitimihardjo, Chaerul Saleh, dan banyak tokoh
pemuda berkali-kali meyakinkan Sukarno akan perang total dengan sekutu.
Sukarno marah-marah karena perbuatan amat gila berperang dengan pasukan
sekutu.
Para
pemuda tidak tau akan nota Chequers 24 Agustus 1945, tapi para pemuda
liwat insting politiknya yakin Belanda bermain di belakang sekutu,
kejadian ini seperti 120 tahun yang lampau saat pasukan Inggris
menyerahkan Jawa ke tangan Belanda setelah kekalahan Napoleon.
Sukarno,
Hatta dan Sjahrir tidak mau berspekulasi dan memutuskan untuk menganut
garis “menghindarkan perang dan menyelamatkan nyawa orang banyak dari
peperangan”.
Lalu
sekutu datang ke Tanjung Priok. Kedatangan sekutu disana mendapatkan
banyak perhatian dari orang-orang Priok termasuk Hadji Tjitra (mertuanya
Lagoa, jagoan Priok) dan Hadji Tjitra melaporkan kedatangan sekutu yang
bersenjata lengkap juga beberapa orang berbicara bahasa Belanda kepada
pemimpin pemuda Maruto Nitimihardjo. Kedatangan orang Belanda ini
menjadi alasan bagi Pemuda untuk menembaki sekutu di Jalan-Jalan
Djakarta, lalu Sukarno marah-marah dan membentak Maruto juga Pandu
Kartawiguna “Hentikan Perang, Tolol!!”…………
Maruto
marah begitu juga dengan Pandu. Tapi di tempat lain sudah mulai muncul
tokoh baru Tan Malaka, yang ternyata mereka kenal sebagai Ilyas Hussein
seorang utusan pemuda dari Bayah, Banten.
Di Tanjung Mas, Surabaya Pasukan
sekutu mendarat dan membebaskan banyak interniran perang Belanda.
Banyak eks orang kaya Belanda langsung lupa diri, mereka kemudian
berpesta. Di Hotel Yamato, para orang kaya Belanda menyiapkan pesta
untuk mengganti nama Hotel Yamato ke nama semula yaitu : Hotel Oranje.
Proses penggantian nama ini kemudian diikuti oleh pengerekan Bendera
Belanda di atas hotal Yamato. Perintah pengerekan ini dilakukan oleh
Ploegman salah seorang advokat Surabaya di jaman sebelum Jepang.
Pengibaran itu dilakukan jam 9 malam.
Paginya pengibaran bendera Belanda bikin perhatian banyak orang yang sedang berjalan kaki. Pemuda-pemuda
yang dilapori rakyat bahwa Belanda mengibarkan bendera langsung ngasah
bambu runcing, beberapa pemuda melapor ke Residen Surabaya : Sudirman.
“Lha, kan sudah ada perintah dari Jakarta untuk mengibarkan bendera
merah putih” Sudirman memegang surat perintah 1 September 1945 tentang
bendera merah putih lalu membawanya ke Hotel Yamato. Disana Sudirman
dikawal Sidik dan Haryono. Sampai di depan kerumunan massa, Sudirman
ditemui beberapa orang pemuda yang kalap “Kita bakar saja hotel ini”
Sudirman menahan ide pemuda itu, lalu ia segera masuk ke ruang lobi
Hotel. Disana Sudirman disoraki orang-orang Belanda yang sedang
menyiapkan acara dansa.
“Mana
Pemimpin Belanda disini..!!” kata Sudirman sambil kedua tangannya
memegang pinggang. “Saya kamu mau apa?” kata Ploegman dengan pandangan
menghina. Lalu Sudirman menunjukkan surat perintah Djakarta tentang
pengibaran bendera “Kamu bisa baca ini?”
Ploegman
mengibaskan tangannya dan mengenai surat itu langsung terjatuh ke
lantai. Sidik yang melihat kelakuan kurang ajar Ploegman langsung
memegangi leher Ploegman, lalu Ploegman mengeluarkan pistol dan
mengarahkan ke Sudirman. Tak lama kemudian dari belakang pistol meletus
dan mengenai punggung Sidik. Sidik langsung jatuh dan mati, lalu
beberapa orang Belanda mau mengeroyok Sudirman dan Haryono. Para pemuda
menerobos masuk dan terjadilah perkelahian seperti di bar-bar, beberapa
orang Belanda digebuki sampai mati.
Di
luar keadaan semakin memanas, beberapa orang pemuda naik ke atas dan
merobek warna biru Belanda, lalu mengibarkan sisa bendera robekan itu :
Merah Putih, sekejap rakyat Surabaya terdiam lalu menangis, beberapa
diantara dengan semangat menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan suara
gemetar. Hari itu rakyat Surabaya memiliki keIndonesiaannya.
Sejak
Insiden Yamato itu kemudian pemuda menyerang pos-pos militer sekutu.
Perang kecil-kecilan terjadi, barulah pada akhir Oktober 1945 terjadi
perang besar. Inggris mengirimkan Hawthorn untuk melobi Sukarno di
Djakarta. Sukarno langsung berangkat ke Surabaya, ditengah tembakan
mendesing Sukarno menemui beberapa pemuda dan memerintahkan menghentikan
tembakan “Musuh kita bukan sekutu, mereka hanya membebaskan tawanan
perang..” kata Sukarno. Para pemuda menuruti apa kata Sukarno.
Lalu gencatan senjata terjadi.
Van
Mook menganjurkan pada Mountbatten agar mengirimkan Jenderal
administrasi saja, semacam Jenderal Salon yang tak pernah pegang
pasukan. Bagi para Jenderal amat senang dan merupakan reputasi menarik
apabila diperintahkan memegang pasukan. Begitu juga yang terjadi pada
Mallaby, selama perang dunia kedua Mallaby hanya duduk di belakang meja
merapihkan administrasi markas dan mengatur alat-alat peraga Atlas untuk
presentasi para Jenderal yang mengatur pasukan di lapangan.
Mallaby
yang saat itu berpangkat Mayor Jenderal dengan senang hati menerima
perintah memimpin pasukan Brigade 49 yang terkenal nekat dan berhasil
menghajar Jepang pada perang Burma 1944. Pangkat Mayor Jenderal pun
diturunkan menjadi Brigadir Jenderal, karena pangkat seorang komandan
Brigade Inggris adalah Brigjen.
Mallaby yang saat itu menjadi saksi atas gencatan senjata memerintahkan pasukannya untuk menarik diri dari semua pertempuran. Keputusan
itu ditandatangani 29 Oktober 1945. Namun informasi gencatan senjata
ternyata tidak sampai ke seluruh pasukan. Ada pasukan kecil India
(Gurkha) yang membangun benteng pasir di bawah Jembatan Merah Surabaya.
Mereka menembaki segerombolan pemuda. Para Pemuda membalas berondongan
senjata dengan serbuan bambu runcing, naas bagi Mallaby yang dikiranya
kota sudah aman dia berjalan-jalan malam untuk mencari restoran yang
masih buka, ia lapar. Dengan naik mobil Buick ia bersama pengawalnya
berkeliling Surabaya, di dekat jembatan merah ia malah masuk ke wilayah
Republik, kemudian ada pistol menyalak ke dada Mallaby. Seketika Mallaby
mati kemudian ada granat masuk ke dalam mobil Mallaby, mobil Mallaby
meledak hebat. Mayatnya terpanggang di dalam.
Sampai
sekarang siapa yang nembak Mallaby, siapa yang melempar granat tidak
diketahui, apakah ini mainan intelijen Belanda, NEFIS atau memang sebuah
aksi spontan pemuda. Namun yang jelas dari sinilah Perang Surabaya
bermula.
Dalam
perang lima tahun dengan NAZI, Inggris tidak pernah kehilangan satu
Jenderal pun. Tapi di Surabaya baru lima hari mendarat seorang Jenderal
terbunuh. Inilah yang membuat marah Inggris. Lalu dengan cepat
Mountbatten menunjuk Mayor Jenderal Mansergh sebagai kepala pasukan
Inggris di Surabaya untuk membereskan kota Surabaya. Mayjen Mansergh
yang jago perang dunia itu langsung mengambil keputusan untuk melucuti
semua orang Surabaya.
“Hak
apa orang Inggris memerintahkan orang Surabaya sebuah bagian dari negara
berdaulat” teriak Bung Tomo sambil menggebrak meja setelah mendapatkan
laporan bahwa ada ultimatum bahwa orang Surabaya harus menyerahkan
senjata sampai tanggal 10 November 1945.
“Wah
perang ini” kata Bung Tomo di depan banyak temannya. Beberapa jam
kemudian Bung Tomo memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan mobil
lalu pergi ke Tebu Ireng, Jombang. Disana ia berjumpa dengan Hadratus
Sjaikh Hasjim As’ary (kakek Gus Dur) untuk meminta
pertimbangan. “Perang ini akan jadi perang sahid, perang suci karena
membela tanah air, tapi sebelum saya putuskan bantu kamu baiknya kamu
dzikir dulu, saya menunggu seorang Kyai dari Cirebon”
Esoknya Hadratus Sjaikh berkata lagi pada Bung Tomo “Kamu perang saja, ulama membantu, santri-santri membantu”.
Mendapat jaminan dan restu dari
tokoh ulama, Bung Tomo langsung ke Surabaya dan meneriakkan di corong
“Radio Pemberontak” …Saudara-saudara Allahu Akbar!!… Semboyan kita tetap: MERDEKA ATAU MATI.
Dan kita yakin, saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kitasebab Allah selalu berada di pihak yang benar
percayalah saudara-saudara,
Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar…!! Allahu Akbar…! Allahu Akbar…!!!
MERDEKA!!!
Mendengar
pidato Bung Tomo, orang Surabaya paham itu isyarat perang. Mayjen
Mansergh juga ambil kesimpulan bakal ada perang beneran. Akhirnya
tanggal 10 November tiba, sirene pagi berbunyi keras dan tak satupun
rakyat Surabaya yang datang ke pos militer sekutu untuk menyerahkan
senjata.
Para
pemuda membangun benteng-benteng pasir, menjalin kawat berduri,
bersembunyi di jendela-jendela toko sudah perseneleng siap tempur.
Pagi
hari Gubernur Surjo mendatangi beberapa tokoh pemuda. Gubernur Soerjo
bilang “ini sudah keterlaluan Inggris, sudah tidak menganggap
Pemerintahan Djakarta itu ada, tidak ada Republik Indonesia” lalu
Gubernur Soerjo dengan blangkonnya berpidato “kita tidak mau dijajah
kembali, Merdeka….!!”
Jam 6
pagi dari arah pelabuhan di Surabaya Utara, kanon-kanon kapal perang
Inggris sudah mengarah ke kota. Tembakan pertama meletus jam 6.10 dari
sebuah kapal kemudian meletus lagi dari semua kapal berikutnya seluruh wilayah kota yang dekat dengan pelabuhan jadi korbannya.
Wilayah
Surabaya Utara dihuni oleh banyak orang-orang Cina, Arab, India dan
beberapa pedagang dari Bugis. Rata-rata dari mereka adalah pedagang.
Rumah-rumah mereka hancur dengan tanah, tembakan kanon terus menerus
menghancurkan Pasar Turi, Kramat Gantung dan Pasar Besar. Beberapa
tempat sudah tak berbekas. Jam 7 pagi pasukan Inggris mulai masuk ke
Surabaya.
Mereka
masuk ke kampung-kampung dan menembaki rakyat dengan membabi buta, ada
orang tembak, ada pemuda tembak mati. Sekutu menendangi rumah penduduk
dan mencari senjata, bila ada yang melawan tembak mati.
Rakyat
Surabaya belum melawan, mereka masih siaga di posisinya masing-masing,
belum ada perintah tembak dari Djakarta. Para penggede militer TKR di
Djakarta dilapori situasi Surabaya terutama penembakan kanon di Surabaya
Utara. Amir Sjafruddin yang saat itu mengurusi pertahanan langsung
memerintahkan “Lawan!!” lalu datanglah perintah dari Djakarta agar
rakyat Surabaya melawan.
Jam
9.15 milisi Surabaya sudah dapat kabar bahwa Jakarta menyetujui perang,
lalu tembakan pertama kali terjadi di Pasar Turi dari pihak Republik. Di
batas-batas kota rakyat mulai berdatangan memasuki kota, ratusan ribu
orang memasuki kota Surabaya mempertahankan kedaulatan bangsanya yang
sedang dihina Inggris dan Belanda.
Pasukan
resmi tentara juga mulai mengoordinasi, semuanya ikut dalam barisan
milisi, pertahanan Republik langsung dibangun dari arah barat ke Timur,
wilayah Asem Jajar dijadikan wilayah perang pertama antara sekutu dan
Republik. Di wilayah ini pasukan sekutu berhasil dipukul mundur,
beberapa dari mereka tewas ketika pasukan bambu runcing nekat maju dan
masuk ke lobang pasir dimana mitraliyur ditaruh. Di selatan Pasar Turi
pasukan Inggris menerobos masuk tapi ditembaki dari gedung-gedung oleh
pasukan rakyat.
Jam
10.12 di langit Surabaya suara pesawat menderu-deru kencang. Rupanya
Inggris mengerahkan pasukan Royal Air Force (RAF) langsung dari
pangkalan militernya di Burma. Pasukan RAF yang dikerahkan ini adalah
veteran perang dari Perang Dunia kedua yang mengebom Berlin.
Tapi
sekarang bukan Berlin yang dibom tapi Kota Surabaya, mereka mengebom
kantor-kantor pemerintahan, gedung-gedung sekolah. Bila tahun 1940
Inggris dibombardir Jerman, maka Inggris mengulangi kejahatan Jerman
dengan memborbardir kota Surabaya, banyak orang tertembak
mati kena runtuh gedung, dan orang yang tertembak mitraliyur pesawat,
Inggris seperti pasukan gila yang mengamuk habis-habisan.
Tapi
Inggris belum kenal watak orang Surabaya yang panas. Pasukan rakyat
kemudian mengambil beberapa mitralyur anti pesawat buatan Jepang dan
menembaki skuadron pasukan RAF. Dua pesawat kena tembak salah satunya
adalah seorang jenderal yang bernama Brigjen Robert Guy Loder Symonds seorang komandan pasukan Artileri yang sedang melakukan survey udara. Jenderal ini kemudian dibawa ke Jakarta dan dimakamkan di Kramat Pulo, Menteng.
Pertempuran
makin meluas, sampai ke Kali Mas. Di pinggir Kali Mas pasukan sekutu
langsung menggempur pasukan rakyat. Jam 12 siang hari pertama, pasukan
infanteri mulai mendarat sekitar 20.000 orang, inilah pasukan terbesar
Inggris setelah perang dunia selesai, dan merupakan perang paling brutal
sepanjang sejarah pertempuran pasukan Inggris.
Dari
Radio hampir seluruh rakyat Indonesia menunggu laporan-laporan dari
perkembangan perang, mereka menunggu pidato Bung Tomo. Semua mendekatkan
telinga mereka di radio. Pada hari itu juga banyak dari orang-orang
Indonesia di tempat lainnya menyiapkan diri untuk perang ke Surabaya.
Sekitar 20.000 orang Bali sudah siap masuk ke Surabaya, beberapa bisa
menyusup dan langsung menggempur sekutu. Dari Aceh sudah disiapkan
ribuan orang pengiriman, di Medan ribuan orang berkumpul untuk bersiap
diberangkatkan ke Surabaya, di Lombok Mataram di depan para Ulama,
rakyat Lombok siap mati dan akan berangkat ke Surabaya. Di Yogyakarta
sudah mulai ada pengiriman pasukan, Malang sudah kirim pasukan sementara
Djakarta masih menunggu perkembangan, penggede-penggede Djakarta masih
berharap perang bisa diselesaikan dengan cepat.
Di
wilayah lain di luar Surabaya, Jenderal Sudirman dan para staf-nya
memutuskan untuk memotong rantai logistik sekutu. Jadi 20 ribu pasukan
infanteri bakalan terlokalisir dan digebuki rakyat Surabaya. Taktik ini
berhasil, laskar-laskar rakyat di Jawa Barat menghadang pasukan logistik
sekutu yang mau masuk dari arah barat, di Malang gudang logistik
pasukan sekutu dihancurkan, otomatis selama 5 hari pasukan sekutu
terkunci dari semua pintu masuk kota, sementara ribuan orang Indonesia
terus mengalir memasuki kota dengan senjata apa adanya berperang melawan
sekutu.
Pasukan
sekutu mulai stress, karena logistik tidak ada, bantuan tempur logistik
yang diterjunkan dari pesawat kemakan orang-orang Republik, bahkan
nyaris tidak ada logistik yang berhasil didapatkan pasukan Inggris.
Mereka sudah terkunci dan terkepung oleh seluruh orang Indonesia yang
mengitari mereka, keberadaan pasukan Inggris dari Brigade 49 tinggal
menghitung waktu.
Tempat-tempat
dimana pos pasukan Inggris berada di blokade total, tak ada listrik,
tak ada makanan, mereka harus berjaga 24 jam agar jangan sampai
ditembaki Republik yang terus menerus nggan berhenti. Di hari kelima
pertempuran mulai jarang tembakan dari pasukan sekutu, pasukan Inggris
mulai kehabisan amunisi, beberapa orang Surabaya nekat masuk ke pos-pos
Inggris dan meledakkan granat, inilah yang mereka takutkan. Dalam
kondisi rusak mental inilah, pasukan Brigade 49 mulai teriak-teriak ke
markas mereka di Djakarta bahwa mereka sudah terdesak.
Rahasia
kekalahan Inggris ini disimpan rapi-rapi, jangan sampai Penggede
Republik Indonesia tau, mereka berlagak ja’im dan masih mencitrakan diri
sebagai pemenang perang di Surabaya. Begitu juga dengan pemimpin di
Jakarta yang tidak begitu mengetahui perkembangan perang di Surabaya,
mereka sudah ‘underestimate’ bahwa perang akan dimenangkan oleh Inggris.
Di
Singapura para panglima Inggris berkumpul. “Kita sudah kalah di
Surabaya” kata seorang Panglima. “Pasukan kita sudah kelaparan, tidak
ada lagi pasokan” memang saat itu pasukan sekutu sudah amat kelaparan.
Mereka tidak dapat pasokan logistik, sementara para pejuang Republik
dapat pasokan terus menerus nasi bungkus, pisang, dan banyak bahan
makanan dari rakyat yang sukarela membuatkan masakan di dapur umum.
Bahkan beberapa pasukan Inggris seperti anjing kelaparan saat melihat
sisa nasi bungkus bahkan yang udah basi, mereka ambil dan makan.
“Keadaan
ini harus dirahasiakan” Bagaimanapun pasukan Brigade 49 dari Divisi V
adalah pasukan kebanggaan Inggris, mereka dijuluki “Fighting Cock” pada
Perang Burma 1944, merekalah yang merebut satu persatu wilayah Burma
dengan sistem gerilya hutan, kini Brigade itu perlahan-lahan mati
kelaparan, digebukin dan ditembakin.
Lalu
para Panglima itu mengutus Admiral Heifrich menemui Presiden Sukarno.
Heifrich mengakui sendiri dalam buku biografinya, ‘Keputusan untuk
menghentikan perang, satu-satunya hanya pada Presiden Sukarno” apa yang
dilakukan Heifrich ini bila diperhatikan sangat aneh untuk watak Inggris
yang amat ksatria. Karena saat ultimatum, Inggris sempat menganggap
Pemerintahan Republik Indonesia tidak ada, lantas setelah pasukan
Brigade 49 sudah kalah dan terjepit ia minta tolong pada Sukarno.
Disinilah
kesalahan Sukarno paling fatal, ia masih termakan halusinasi bahwa
sekutu adalah pihak yang menang perang dan merupakan alat yang baik
untuk berdiplomasi dengan Belanda. Sukarno nggak paham kekuatan bangsa
sendiri, ia tidak langsung melihat pertempuran, jalan diplomatiknya yang
dipilih merupakan blunder besar dalam perang Kemerdekaan 1945-1949.
Perang
Surabaya yang berlangsung selama tiga minggu, di minggu pertama
dimenangkan oleh pihak Republikein, tapi karena keputusan Sukarno yang
memerintahkan penghentian perang, sehingga Jenderal Sudirman membuka
blokade lalu pasukan Divisi V yang awalnya sudah diputuskan tidak akan
masuk Surabaya karena takut dihabisi, jadi masuk. Logistik yang tadinya
terputus mengalir kembali.
Dan
kemudian Inggris mampu menghajar pasukan Republik. Lalu nggak berapa
lama Inggris menguasai kota Surabaya, karena sudah dapat suplai logistik
dari Jakarta.
Apakah
yang terjadi bila Sukarno tau kebohongan Inggris, mulai dari Nota
Chequers 24 Agustus 1945 sampai pada rahasia pasukan Brigade 49 yang
kocar-kacir. Sukarno saat itu berada pada persimpangan politik yang amat
tragis. Di satu sisi hanya dia-lah yang dipercaya rakyatnya, di sisi
lain dia tidak mau perang dengan sekutu, karena nama Sukarno sudah
tercatat sebagai kolaborator. Bila Sukarno diambil pihak sekutu, Sukarno
kuatir Indonesia akan kehilangan pemimpin.
Kesalahan
besar Sukarno yang menghentikan perang ini juga sama fatalnya dengan
perintah Sukarno agar melarang pasukan KKO pimpinan Mayjen Hartono masuk
ke Djakarta di tahun 1966 untuk memberikan pelajaran bagi Suharto.
Sukarno memang pribadi yang menarik tapi ketika ia harus masuk ke dalam
situasi perang nampaknya ia lebih memilih menghindar.
Padahal
perang Surabaya adalah sebuah drama besar yang bisa dijadikan landasan
untuk merdeka sepenuhnya, Perang Surabaya juga dikabarkan lewat
radio-radio dan didengarkan oleh para pejuang di banyak negara terjajah
seperti Vietnam dan Burma, dari perang inilah kemudian membangkitkan
semangat mereka melawan Kolonialisme.
Pelajaran
dari sejarah ini adalah ketika kita sudah pada situasi perang,
janganlah kita hentikan dengan diplomasi, janganlah kita memberikan
tempat pada lawan. Reformasi 1998 terlalu memberikan tempat pada orang
Orde Baru sehingga perjalanan demokrasi menjadi rusak, begitu juga
dengan sikap lemah kita pada IMF atau Bank Dunia. Kita harus percaya
atas kemampuan diri sendiri.
No comments:
Post a Comment