Wednesday, 25 September 2013

Kapal Induk dan Pesawat Nir Awak X-47B: Indonesia Akan Mampu Membuat Sendiri Nanti.


 
Keberhasilan Angkatan Laut AS dalam uji coba lepas landas pesawat tempur tanpa awak X-47B dari kapal induk beberapa waktu lalu adalah awal baru dimulainya sistem pertahanan AL di dunia. Keberhasilan itu merupakan kemajuan tidak saja bagi AS, namun juga mampu memberi inspirasi untuk membangun peralatan tempur yang sama bagi negara-negara lain seperti Rusia dan Cina. Tak terkecuali, sang macan yang baru tumbuh di Asia : Indonesia. 
Jangan dulu memandang rendah negara kita ini dengan segala macam kemampuannya untuk sejajar dengan negara-negara maju. Indonesia adalah anak macan, bukan anak ayam yang baru tumbuh. 
Enam puluh delapan tahun yang lalu, Indonesia baru merdeka dan kita hanya memiliki satu atau dua teknolog yang belum bisa membuat alat tempur apapun. Belanda melarang kaum pribumi untuk sekolah walau hanya di tingkat SD sekalipun kecuali mereka yang anak raja atau Bupati atau keturunan Timur asing seperti orang-orang Cina. Para warga pribumi tidak diberi kesempatan untuk sekolah, dibiarkan buta huruf, hidup dalam kemelaratan dan keterbelakangan. Tahun 1945, hampir 99,99 % warga pribumi Indonesia tidak mampu membeli sekilo beras atau sehelai baju. Mereka makan gaplek (singkong yang dikeringkan) setiap hari dan memakai baju dari bahan karung goni yang penuh dengan kutu. Kebodohan dan kemiskinan ada di mana-mana, mulai dari Aceh hingga Merauke, akibat dari penjajahan dan penindasan yang sangat lama.
Makan nasi adalah kemewahan saat itu, dan makan sebutir telur adalah hal yang hampir-hampir tidak mungkin. Kemiskinan melanda nusantara di mana-mana akibat penjajahan. Sedangkan orang Indonesia keturunan Tionghoa memperoleh keistimewaan yang tidak didapat oleh kaum pribumi, yakni mereka punya akses sekolah sampai perguruan tinggi, makan enak bergizi, diperbolehkan memiliki usaha sendiri dan bahkan menjabat beberapa posisi pemerintahan di tingkat atas. Ini adalah politik Belanda untuk memecah belah Indonesia dengan politik busuk mereka, devide et impera : pecah belah mereka niscaya mereka akan lemah. Itulah sebabnya para keturunan Tionghoa memiliki kemajuan ekonomi yang lebih dibandingkan kaum pribumi, karena perbedaan akses baik di bidang pendidikan, ekonomi, maupun kekuasaan telah tertinggal selama 350 tahun lebih.
Selama 350 tahun orang-orang pribumi Indonesia hidup dibawah telapak kaki Belanda, diinjak-injak, dipandang tak lebih dari orang-orang bermuka hitam yang hanya pantas untuk diludahi, diperlakukan sebagai warga kelas 3 (warga kelas 1 adalah orang-orang kulit putih, warga kelas 2 adalah keturunan  timur asing seperti orang-orang Cina) dibuat miskin dan bodoh. Secara mental, kita telah dirusak : dikondisikan sedemikian rupa sehingga hidup dalam suasana inferior, tidak memiliki kepercayaan diri, merasa tak mampu dan dibiarkan secara sengaja hidup terbelakang.
Beberapa pemuda Indonesia yang kurus kurang gizi, tak bersenjata, ditodong
senjata oleh serdadu Belanda yang gemuk-gemuk. Perampok (penjajah adalah
perampok) lebih gemuk dari pada yang dirampok. Serdadu Belanda itu berpose
sambil tersenyum di atas raut wajah getir para pemuda pribumi yang mereka
tangkap sebelum akhirnya dibunuh dengan kejam. Ini adalah foto bernada
penghinaan terhadap rakyat Indonesia, arogan, rasialis, dan sangat menjijikkan.
Tentu saja foto ini mereka buat secara sengaja dengan pesan implisit : "lihatlah
monyet-monyet bodoh ini meletakkan tangannya di atas kepala di antara malaikat
kulit putih Eropa yang gagah'. Betapa rendah moral serdadu penjajah itu. Tidak
di Indonesia, di Irak, di Afganistan, di mana-mana tabiat penjajah selalu sama : bengis,
kejam, dan tak tahu malu. Enam puluh lima tahun berlalu, saat ini skala ekonomi
Indonesia mengalahkan Belanda sejak tiga tahun yang lalu. Jika mereka datang ke
sini lagi dengan kapal perang, detik ini juga Indonesia sanggup melumat The Dutch
sampai menjadi bubur.
Tentu saja mental inlander ini tidak mudah hilang begitu saja, sementara kita menyaksikan mereka yang lebih dulu mulai, melesat jauh di depan. Orang-orang pribumi mulai menunjukkan kemampuannya sedikit demi sedikit setelah kesempatan itu datang. Lahirlah pengusaha-penguasaha baik kecil, sedang, maupun besar dari kalangan pribumi untuk mengejar saudara-saudara mereka keturunan Tionghoa yang telah 'mencuri start', di-anak-emaskan Belanda selama 350 tahun lebih dulu.
Kita tidak hendak membenci orang-orang Indonesia keturunan Tionghoa, namun sejarah masa lalu hendaknya dipahami bahwa warga Indonesia pribumi perlu proteksi sampai mereka menjadi sejajar dengan warga lainnya karena 'start' nya pun tidak sama. Penulis setuju dengan cara Malaysia dalam memberi kesempatan kaum pribumi tumbuh lebih kuat lebih dulu, baru dibiarkan untuk berkompetisi secara adil. 
Secara logika, jika dalam perlombaan marathon Jakarta-Surabaya kaum pribumi harus mulai dengan berlari di atas dua kaki sendiri dari Lebak Bulus sementara kaum Tionghoa sudah mencuri start dari Solo dan mereka diperbolehkan naik motor, apakah perlombaan itu adil ? 
Tidakkah lebih adil jika kaum pribumi diberi fasilitas lebih dahulu untuk mengejar ketertinggalannya hingga ke Solo, baru mereka sama-sama berlari dari start yang sama dan dengan cara yang sama pula menuju garis finish di Surabaya ?

Baiklah, kita kembali ke pembahasan kita. 
Enam puluh delapan tahun adalah usia yang masih sangat muda untuk sebuah negara. Tahun 1945 kita hanya punya segelintir insinyur yang hanya tahu cara kerja mesin uap. Namun empat puluh tahun kemudian, siapa sangka, kita mampu membuat peswat dan kapal perang sendiri. Kita juga bisa membuat roket dan satelit sendiri. 
Jika AS mampu melepas landaskan pesawat nir awak X-47B dari kapal induk mereka setelah 250 tahun lebih dulu merdeka, maka, 250 tahun dari sekarang, percayakah Anda, Indonesia tidak akan mampu membuat peralatan yang sama ? 
Saya kira tidak, kita tidak butuh waktu 250 tahun lagi untuk mampu membuat hal yang sama. Kita, mungkin saja, hanya butuh waktu kurang dari 70 tahun untuk mencapainya. Bahkan bisa lebih cepat lagi.
Pesawat nir awak X-47B ini lepas landas dari kapal induk setelah dilepas dengan ketapel dari dek kapal induk pada hari Selasa, minggu lalu. Pesawat, yang merupakan Unmanned Combat Aerials System (UCAS), terbang dari dek kapal induk USS George H.W. Bush, lalu melakukan pendaratan di dek kapal induk itu lagi dan lepas landas lagi secara berulangkali sebelum akhirnya terbang ke pangkalan terdekat di daratan. 

X-47B adalah pesawat demonstrator, pesawat nir awak modern pertama dengan sayap-tetap (fixed-wing), sebelum akhirnya dibuat pesawat yang memiliki kemampuan lepas landas dan mendarat secara penuh di kapal induk. 

Ke depan, X-47B diharapkan akan mampu berperan sebagai jet tempur otonom (Unmanned Carrier Launched Airborne Surveillance and Strike system, or UCLASS) untuk angkatan laut AS. Aspek yang perlu dibenahi adalah tingkat keakurasian dari GPS dan teknologi navigasi baik di pesawat nir awak itu sendiri maupun di kapal induknya. Hal tersulit adalah melakukan kalibrasi teknologi GPS hingga ke tingkat ketelitian sampai sekecil-kecilnya dari sistem kendali di peswat induk dan di pesawat itu sendiri. Perhatikan video di bawah ini
 
Di dalam video di atas terlihat bahwa pesawat X-47B sempat dua kali terbang melintasi kapal untuk mendekati landasan sebelum akhirnya dua kali menyentuh landasan dek dan melaluinya.  Pendekatan pendaratan adalah hal yang tersulit.  Mendekati landasan yang amat pendek di atas kapal induk, melaluinya, dan lepas landas lagi saat gagal berhenti mendarat. Seperti pilot sedang melakukan latihan pendaratan. Di atas geladak kapal induk, manuver sangat signifikan menentukan, lepas landas secara cepat, jika mereka gagal menyentuh kabel penahan di dek kapal induk saat mendarat.  
Dua kali penerbangan di atas kapal bukan sekedar untuk pertunjukan, melainkan bagian penting dan menarik dari video tersebut tentang upaya pendekatan pendaratan secara benar. Dalam dua kali percobaan mendekati dek di mana X-47B tidak menyentuh landasan, pada dasarnya adalah latihan bagi staf sinyal pendaratan (Landing Signal Officer) dalam penerbangan di atas dek dan bagi pesawat itu sendiri dalam memutuskan pendaratan aman/belum. Ini bisa terjadi lantaran dek terlihat belum aman (seseorang atau kendaraan sedang ada di atas area landing, misalnya) atau karena komputer yang ada pada pesawat nir awak X-47B masih mendeteksi sesuatu yang belum beres  di jalur pesawat atau sudut pendekatan dan kecepatan yang belum pas.
Dengan kata lain, dua kali penerbangan adalah test kemampuan bagi kapal induk dan pesawat itu sendiri dalam berbagi data yang super cepat itu dalam sistem secara keseluruhan. 
Momen-momen sentuhan antara pesawat dan kapal serta tinggal landasnya UAV menunjukkan sistem telah bekerja secara spektakuler, meletakkan X-47B di atas dek dan kemudian mengirimkan kembali terbang ke atas udara hingga manuver selesai. Pihak AL masih perlu mensertifikasi kapabilitas pendaratan dalam simulator yang identik datanya (terrestrial carrier simulator) dengan percobaan tersebut di stasiun terdekat,  Markas Angkatan Laut Patuxent River di Maryland’s Chesapeake Bay. Masih banyak hal yang harus disempurnakan agar pesawat itu mampu menjalankan misinya sebagaimana yang dikehendaki. 
Ke depan, perkiraan saya, pertarungan antar drone antara satu negara dengan negara lainnya bukan pada saling tembak antara satu UAV dengan UAV lainnya, melainkan antar programmer di depan monitor dengan programmer musuh di monitor komputer lainnya seperti layaknya permainan Games Online. Mengapa ?
Semenjak kejadian penyusupan virus komputer di dalam 'otak' drone milik AS beberapa waktu yang lalu, membuat orang berpikir : drone bisa direbut kendalinya oleh musuh dengan menggunakan malware canggih. Jadi ketika Indonesia misalnya, bisa merebut kendali atas drone-drone AS dengan memperdayakan progrtammer handal kita, maka para pengendali kita akan mampu megarahkan drone AS itu untuk menembaki kapal mereka sendiri. 

Bagaimana dengan Indonesia ?

Seperti yang penulis katakan di atas, Indonesia punya potensi untuk maju. Beberapa teknologi yang harus dikuasai Indonesia agar bisa membuat kapal induk setara dengan kapal induk George HW Bush dan pesawat nir awak secanggih X-47B adalah :

1. Pengembangan galangan kapal PT PAL dan kapasitas pabrik untuk membuat kapal yang lebih besar, sekelas kapal induk. Ini berarti PT PAL harus memperbaiki manajemen agar lebih efektif dan efisien secara keseluruhan, memperkuat R & D dan memperluas pasar untuk meningkatkan order proyek di luar proyek dari Dephankam.

2. Meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi software untuk Sistem informasi seperti programmer, ahli-ahli semikonduktor, dan penerbangan.

3. Meningkatkan kemampuan peneliti dan ahli di bidang satelit dan radar.

4. Meningkatkan kemampuan PT DI agar bisa mengembangkan teknologi pesawat nir awak bersama dengan BPPT.

5. Secara keseluruhan, pemerintah harus memperbaiki manajemen perusahaan BUMN di bawah BPIS agar bisa berlari lebih cepat dan tanggap pada perubahan dan perkembangan teknologi di luar negeri.

6. Dan yang terakhir, satu hal musuh terbesar kemajaun yang harus dibantai habis-habisan : korupsi ! Korupsi adalah musuh utama Indonesia, bukan Malaysia,  Philipina, Thailand dan semacamnya. Jangan dikira korupsi itu murni karena orang-orang Indonesia saja. Korupsi terjadi karena lobby-lobby agen CIA untuk meng-goal-kan UU Migas, USAID yang menggelontorkan dana milyaran dollar untuk membantu mendanai penyusunan UU Migas dan mineral lewat kamuflase pelatihan orang-orang ESDM dan stake holder yang lain.  

Ini analog dengan pengembangan mobil listrik nasional. Saat Bosch, perusahaan asal Jerman mengatakan bahwa Indonesia masih butuh 20 tahun lagi untuk bisa mengembangkan mobil listrik yang siap dipasarkan.

Dahlan Iskan dan Kemenristek tidak percaya ucapan orang-orang Bosch itu, dan tidak mau tahu omongan orang asing yang melemahkan. Pak Dahlan dan Kemenristek jalan saja, "just do it", kerjakan saja .... maka terwujudlah dalam waktu kurang dari 1 tahun bus listrik Elvina untuk melayani trayek umum di Yogyakarta. Sekali lagi penulis ulangi, kurang dari 1 tahun ! Bus ini akan dijadikan kendaraan umum untuk melayanai masyarakat Yogya yang bergerak dalam satu jalur antara dua titik, sambil terus dibenahi kekuarangannya, dan disempurnakan dari waktu ke waktu sebelum akhirnya siap untuk diproduksi secara besar-besaran.

Ya, begitulah seharusnya kita bekerja. Just Do it ! Tidak usah pedulikan kritikan dan omongan orang asing yang menyurutkan langkah kita, men-demotivasi diri kita, dan hendaknya kita selalu optimis. Bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar dengan lebih dahulu memperbaiki mental buruk mudah menyerah, pesimis, dan melemahkan diri sendiri. Cukup sudah kita diinjak-injak oleh Belanda selama berabad-abad, dan kita coba menatap ke depan bahwa kita mampu menjadi bangsa yang kuat dan hebat. Penguasaan teknologi maju bukan hak eksklusif bangsa kulit putih semata, melainkan hak semua bangsa di dunia tanpa kecuali, termasuk bangsa Indonesia.
Beginilah cara serdadu Belanda melakukan interogasi. Mereka memukul sekeras-kerasnya kepala pemuda Indonesia dengan popor senjata jika tidak memberi keterangan sebagaimana yang mereka harapkan. Pemuda yang lain dibiarkan menyaksikan dengan kepala sendiri, penyiksaan atas temannya ini, agar bisa melihat bahwa mereka (pemuda indonesia) bisa mengalami nasib yang sama dengan temannya itu jika tidak 'bekerja sama'. Di masa generasi sekarang, Belanda menganggap negara mereka lebih suci dari Indonesia karena mereka sendiri (orang-orang Belanda di masa kini) merasa lebih bermoral, lebih humanis, dan lebih menghormati HAM ketimbang bangsa kita. Mereka dengan sangat cepat melupakan dosa-dosa masa lalu dan tak pernah minta maaf secara resmi pada Indonesia
 

No comments:

Post a Comment