Siapa yang kenal dengan pahlawan kita sekaligus presiden pertama yang
menjadi presiden di indonesia ini sudah terkenal sampai ke luar negeri
sampai sampai pemimpin amerika dahulu pun sampai hormat ke soekarno.
Soekarno lahir di Surabaya pada tanggal 6 juni 1901.
Suatu hal yang lumrah apabila kita melihat seseorang berkorban demi apa
yang dicintainya, demikian juga Bung Karno. Demi Indonesia Bung Karno
mengabaikan penyakit yang menggerogoti dirinya. Bung Karno selalu tampil
prima dihadapan publik, walau pada hakekatnya dia dalam keadaan lemah.
Hal tersebut dilakukan demi menjaga rasa percaya diri seluruh rakyat
Indonesia.
Berulang-kali dokter pribadinya memberi nasihat kepada Bung Karno. Ini
terkait dengan sakit ginjalnya, yakin makin para di akhir tahun 60-an.
“Kalau Bapak bisa tenang sedikit, dan tidak berteriak-teriak, niscaya
Bapak tidak akan mendapat ulcers.” Yang dimaksud dokter adalah
peradangan pada lambung akibat sakit ginjalnya itu. Baru saja dokter
berhenti memberikan nasihatnya, Bung Karno meradang dan berteriak,
“Bagaimana aku bisa tenang kalau setiap lima menit menerima kabar
buruk?”
Berteriak adalah “hobi” Sukarno. Ia berteriak untuk memberi semangat
rakyatnya. Ia berteriak juga untuk mengganyang musuh-musuh negara. Jika
konteksnya adalah membakar semangat rakyat, maka Bung Karno adalah
seorang orator ulung. Bahkan paling unggul pada zamannya. Sebaliknya,
jika ia berteriak karena terinjak dan teraniaya harga dirinya sebagai
presiden dan kepala negara, maka Sukarno adalah presiden paling berani
yang pernah hidup di atas bumi ini.
“Inggris kita linggis! Amerika kita setrika!”, atau “Go to hell with your aid” yang ditujukan kepada Amerika.
“Malaysia kita ganyang. Hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat
jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat
itu”, yang ini saat Indonesia berkonfrontasi dengan di negara boneka
bernama Malaysia.
Bukan hanya itu. Organisasi dunia yang bernama Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) pun pernah dilawan. Tanggal 20 Januari 1965, Bung Karno
menarik Indonesia dari keanggotaan PBB. Ini karena ketidak-becusan PBB
dalam menangani persoalan anggota-anggotanya, termasuk dalam kaitan
konflik Indonesia – Malaysia. Ada enam alasan yang tak bisa dibantah
siapa pun, termasuk Sekjen PBB sendiri, yang menjadi dasar Indonesia
menarik diri dari keanggotaan PBB.
Pertama, soal kedudukan PBB di Amerika Serikat. Bung Karno mengkritik,
dalam suasana perang dingin Amerika Serikat dan Uni Sovyet lengkap
dengan perang urat syaraf yang terjadi, maka tidak sepatutnya markas PBB
justru berada di salah satu negara pelaku perang dingin tersebut. Bung
Karno mengusulkan agar PBB bermarkas di Jenewa, atau di Asia, Afrika,
atau daerah netral lain di luar blok Amerika dan Sovyet.
Kedua, PBB yang lahir pasca perang dunia kedua, dimaksudkan untuk bisa
menyelesaikan pertikaian antarnegara secara cepat dan menentukan. Akan
tetapi yang terjadi justru PBB selalu tegang dan lamban dalam menyikapi
konflik antar negara. Indonesia mengalami dua kali, yakni saat
pembebasan Irian Barat, dan Malaysia. Dalam kedua perkara itu, PBB tidak
membawa penyelesaian, kecuali hanya menjadi medan perdebatan.
Selain itu, pasca perang dunia II, banyak negara baru, yang baru saja
terbebas dari penderitaan penjajahan, tetapi faktanya dalam
piagam-piagam yang dilahirkan maupun dalam preambule-nya, tidak pernah
menyebut perkataan kolonialisme. Singkatnya, PBB tidak menempatkan
negara-negara yang baru merdeka secara proporsional.
Ketiga, Organisasi dan keanggotaan Dewan Keamanan mencerminkan peta
ekonomi, militer dan kekuatan tahun 1945, tidak mencerminkan bangkitnya
negara-negara sosialis serta munculnya perkembangan cepat kemerdekaan
negara-negara di Asia dan Afrika. Mereka tidak diakomodir karena hak
veto hanya milik Amerika, Inggris, Rusia, Perancis, dan Taiwan. Kondisi
yang tidak aktual lagi, tetapi tidak ada satu orang pun yang berusaha
bergerak mengubahnya.
Keempat, soal sekretariat yang selalu dipegang kepala staf berkebangsaan
Amerika. Tidak heran jika hasil kebijakannya banyak mengakomodasi
kepentingan Barat, setidaknya menggunakan sistem Barat. Bung Karno tidak
dapat menunjung tinggi sistem itu dengan dasar, “Imperialisme dan
kolonialisme adalah anak kandung dari sistem Negara Barat. Seperti
halnya mayoritas anggota PBB, aku benci imperialisme dan aku jijik pada
kolonialisme.”
Kelima, Bung Karno menganggap PBB keblinger dengan menolak perwakilan
Cina, sementara di Dewan Keamanan duduk Taiwan yang tidak diakui oleh
Indonesia. Di mata Bung Karno, “Dengan mengesampingkan bangsa yang
besar, bangsa yang agung dan kuat dalam arti jumlah penduduk,
kebudayaan, kemampuan, peninggalan kebudayaan kuno, suatu bangsa yang
penuh kekuatan dan daya-ekonomi, dengan mengesampingkan bangsa itu, maka
PBB sangat melemahkan kekuatan dan kemampuannya untuk berunding justru
karena ia menolak keanggotaan bangsa yang terbesar di dunia.”
Keenam, tidak adanya pembagian yang adil di antara personal PBB dalam
lembaga-lembaganya. Bekas ketua UNICEF adalah seorang Amerika. Ketua
Dana Khusus adalah Amerika. Badan Bantuan Teknik PBB diketuai orang
Inggris. Bahkan dalam persengketaan Asia seperti halnya pembentukan
Malaysia, maka plebisit yang gagal yang diselenggarakan PBB, diketuai
orang Amerika bernama Michelmore.
Bagi sebagian kepala negara, sikap keluar dari PBB dianggap sikap nekad.
Bung Karno tidak hanya kelua dari PBB. Lebih dari itu, ia membentuk
Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces/ Conefo)
sebagai alternatif persatuan bangsa-bangsa selain PBB. Konferensi ini
sedianya digelar akhir tahun 1966. Langkah tegas dan berani Sukarno
langsung mendapat dukungan banyak negara, khususnya di Asia, Afrika, dan
Amerika Selatan. Bahkan sebagian Eropa juga mendukung.
Sebagai tandingan Olimpiade, Bung Karno bahkan menyelenggarakan Ganefo
(Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan,
Jakarta pada 10 – 22 November 1963. Pesta olahraga ini diikuti oleh
2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Selatan,
serta diliput sekitar 500 wartawan asing.:
Bung Karno dengan Conefo dan Ganefo, sudah menunjukkan kepada dunia,
bahwa organisasi bangsa-bangsa tidak mesti harus satu, dan hanya PBB.
Bung Karno sudah mengeluarkan terobosan itu. Sayang, konspirasi
internasional (Barat) yang didukung segelintir pengkhianat dalam negeri
(seperti Angkatan ’66, sejumlah perwira TNI-AD, serta segelintir
cendekiawan pro Barat, dan beberapa orang keblinger), berhasil
merekayasa tumbangnya Bung Karno. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment