Monday, 30 September 2013

Walaupun aku tidak ada anggaran khusus tapi aku terus membaca

rasanya ada yang kurang ketika aku melewati suatu hari tanpa membaca. ternyata survey tentang minat baca bangsa indonesia sangat kurang. padahal krisis bisa datang dan pergi. kita harus dapat membaca ini . dan seharus membaca jadi suatu kewajiban agar kita bisa mengalahkan kekurangan kita jika dibandingakan dengan bangsa lain.


1380452325443308944Apa yang membuat Jepang jadi negara maju? Bukan karena teknologi, tapi karena tingkat literasi masyarakatnya. Saat Jepang memenangi pertempuran laut melawan Rusia di awal abad XX, kemenangannya bukan didukung oleh teknologi, melainkan oleh tingginya tingkat literasi. Saat itu, hanya 20 persen tentara Rusia yang bisa “membaca dan menulis”. Sebaliknya seluruh personil tentara Jepang tahu “membaca dan menulis” serta mahir menggunakan peralatan militer modern. Meski kemudian Jepang kalah perang di tahun 1945, negeri itu tetap bisa bangkit kembali menjadi negara berkekuatan ekonomi besar hingga saat ini.
Ya, teknologi bisa diambil setiap saat, bisa dibeli kapan saja, tapi literasi hanya bisa dibangun oleh waktu dan kesabaran. Literasi yang dimaksud di sini adalah tingkat kemampuan masyarakat dalam membaca dan menulis. Tapi tak berhenti di situ, karena literasi juga kini berkembang hingga kemampuan masyarakat dalam berbagai fungsi dan ketrampilan hidup.
Hal yang memprihatinkan dari negeri kita saat ini bukanlah krisis nilai tukar atau gejolak ekonomi. Krisis ekonomi bisa datang dan pergi. Tapi krisis membaca adalah masalah serius kebangsaan. Survei Unesco menunjukkan kalau Indonesia adalah negara di ASEAN yang minat bacanya paling rendah. Sementara itu, perbandingan jumlah buku yang dibaca siswa SMA kita juga memprihatinkan. Kalau di Jepang, anak SMA wajib membaca 22 buku, sementara di negeri kita nol buku. Hal ini pernah disindir oleh Taufiq Ismail dengan istilah “Tragedi Nol Buku”.
Hasil survey yang dikutip oleh Witdarmono menunjukkan indikator dari Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) maupun Programme for International Student Assessment (PISA)  mencatat bahwa kemampuan memahami dan keterampilan menggunakan bahan-bahan bacaan, khususnya teks dokumen, pada anak-anak Indonesia usia 9-14 tahun masih memprihatinkan.

No comments:

Post a Comment