Wednesday 25 September 2013

Laboratorium Otak di Universitas Surya










Laboratorium Otak di Universitas SuryaEMPO.CO, TangerangLaboratorium neurosains Indonesia Brain Research Center (IBRC) Surya University itu sekilas tampak sederhana. Berukuran sekitar 5 x 5 meter persegi, laboratorium itu berisi mikrotom canggih, mikroskop yang terintegrasi komputer, dan ruang bedah mini. Sejumlah rak berisi mikropipet, bahan kimia, kaca preparat, dan peralatan lain menghiasi laboratorium di dalam gedung universitas yang didirikan oleh Profesor Yohanes Surya itu.

"Laboratorium ini berfasilitas lengkap. Kami bisa mengidentifikasi otak, sel saraf, serta penyakitnya," kata Direktur IBRC Irawan Satriotomo dalam acara kunjungan media massa ke Pusat Riset Neurosains Universitas Surya di Summarecon Serpong, Rabu, 25 September 2013. 

Kendati fokus pada riset otak, laboratorium neurosains IBRC tidak melulu mempelajari otak manusia. Staf laboratorium saban harinya malah lebih banyak berkutat dengan otak mencit, hewan pengerat yang akrab dijadikan obyek penelitian. Mereka menyediakan ruangan khusus bersebelahan dengan laboratorium untuk kandang mencit. Di sana ada 23 kandang plastik yang ditata dalam rak besi. Sebagian dari kandang itu berisi sepasang mencit.

"Kami mengkondisikan penyakit saraf pada mencit seperti pada manusia. Lalu otak mencit itu diambil dan dipelajari kerusakannya," ujar Surendra Prabhawa, seorang dokter yang menjadi staf peneliti di laboratorium. Siang itu Surendra dan seorang rekannya sibuk mempersiapkan irisan jaringan otak mencit dan manusia untuk diletakkan pada kaca preparat. Selanjutnya sampel jaringan otak itu diamati di bawah mikroskop.

Irawan mengatakan IBRC--yang belum genap berumur setahun--didirikan untuk menyelidiki dan menemukan terapi baru guna menangani penyakit neurodegeneratif. Penyakit progresif pada sistem saraf ini berhubungan dengan kerusakan sel-sel saraf, bagian tubuh yang berpengaruh terhadap pengendalian gerakan, akuisisi pengolahan informasi sensorik, pengambilan memori, dan membuat keputusan.

Neurodegenerasi atau kematian sel saraf menjadi masalah utama dalam berbagai penyakit saraf, seperti stroke, amyotrophic lateral sclerosis (ALS), alzheimer, parkinson, penyakit Huntington, multiple sclerosis, cord injury spinal (SCI), atau kerusakan sumsum tulang.

Penyakit neurodegeneratif termasuk penyakit fatal dan mematikan karena hingga saat ini tidak ada obat atau penanganan untuk mengatasinya. Penyakit ini juga tergolong penyakit yang sangat mahal bagi masyarakat dan pemerintah serta memberikan beban fisik dan emosional besar pada keluarga penderitanya. "Fokus kami ke penyakit-penyakit saraf, penyakit yang memang tidak ada obatnya," ujarnya.

IBRC, yang terintegrasi dengan pendekatan multidisiplin, bertujuan mengaplikasikan penelitian-penelitian neurosains dari meja penelitian ke pasien (from the bench to bedside). Anggota dalam lembaga ini terdiri dari dokter-ilmuwan, dokter, dan para peneliti yang memiliki keahlian dalam ilmu saraf dan penyakit saraf.

Irawan mengatakan pendidikan dan riset neurosains di negara-negara lain berkembang sangat pesat, tapi Indonesia masih jauh tertinggal. Inilah mengapa Universitas Surya tergerak untuk mendirikan pusat penelitian otak. Apalagi berdasarkan estimasi data statistik, sekitar 40 persen dari populasi negara maju pada usia dewasa menderita kelainan saraf, seperti demensia, stroke, epilepsi, parkinson, tumor, dan penyakit lainnya. "Di sini stroke menjadi penyebab kematian utama," kata dia.

No comments:

Post a Comment