Tulisan ini bukan milik saya tapi saya kumpulkan dari beberapa
tulisan yang ada di Kaskus dan beberapa blog yang lain, aku hanya ingin
berbagi bahwa Indonesia punya orang besar, pemimpin yang di hormati
sekaligus juga di benci itulah Jendral Besar Soeharto, disitu ada
kenangan manis, asin, pahit, bagi yang pernah bersinggungan dengan
keluarga orang nomer satu di negeri ini
Sepenggal Kisah “Pak Harto The Untold Stories”
“Hina bagi mereka yang tak tahu dan tak mengerti, tapi tidak bagi
mereka yang mengetahuinya secara mendalam, secara lebih dekat, dan lebih
jujur.” Kalimat inilah barangkali layak disematkan kepada Mantan
Presiden RI ke-2, H. Muhamad Soeharto. Di tengah menggumpalnya berbagai
sorotan negatif dan penilaian buruk terhadapnya, presiden yang akrab
dengan nama Pak Harto ini ternyata juga menyimpan segudang pujian. Hal
ini terlihat dalam sekumpulan testimoni yang terangkum dalam buku “Pak
Harto The Untold Strories”
.
Buku besutan Mahpudi, dkk yang diterbitkan PT Kompas Gramedia Pustaka
Utama (2011) ini menjadi kompilasi historis kehidupan Soeharto dari
berbagai sisi. Buku ini seperti hendak membuka “tira-tirai” sejarah yang
tak terekspose selama ini. Buku ini pula seperti membenarkan ungkapan,
“Setiap orang memiliki keistimewan-keistimewaan.”
Berikut ini sebagian isi buku tentang testimoni terhadap presiden yang
memimpin Indonesia selama 32 tahun oleh sahabat-sahabat karibnya:
Paham Nasib Rakyatnya (Wiranto, mantan Panglima)
Setiap kali hendak bermain golf di Rawamangun, Pak Harto hanya dikawal
satu jip pengawal di belakang. Posisi duduk pun berubah, Pak Harto di
samping pengemudi, ajudan di belakang. Suatu kali ketika tiba di Jalan
Paramuka dan hendak belok kiri ke arah rawamangun, antrean kendaraan
yang dihentikan polisi sudah terlalu panjang. Terdengar klakson
bersahut-sahutan. Mengetahui itu, lantas Soeharto berpesan, “Lain kali
polisi tidak perlu menyetop mereka terlalu lama. Mereka kan punya
keperluan yang mendesak, sedang saya kan hanya mau berolahraga. Jadi
biar saya menunggu sebentar, kan tidak apa-apa.”
Paham Nasib Rakyatnya (Tengku Zulkarnain, Ulama asal Medan)
Pertanyaan saya terjawab setelah mendarat di kampung itu. saya melihat
penduduk yang sederhana bisa hidup nyaman di tanah leluhur mereka. Di
tempat seterpencil itu ada pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), ada
SD inpres dengan guru-gurunya, juga ada rumah ibadah. Pemerintah yang
menyediakan itu semua. Kenyataan itu mulai mengusik nurani saya yang
bertanya, jika Pak Harto dibilang jahat, masak orang jahat berbuat
kebaikan yang seniscaya itu?
Paham Nasib Rakyat (Emil Salim, anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI)
Baru ketika kami tiba di Vatikan, saya bisa melaporkan bahwa krisis
pangan di Indonesia sudah teratasi, ini membuat Pak Harto tampak sedikit
tenang. Seusai acara kenegaraan, setelah tiba di tempat menginap di
wisma Indonesia di Vatikan, Pak Harto langsung mengganti pakaian kerja
resmi dengan sarung dan kaos oblong. Setelah itu beliau keluar dari
kamar dan mengumpulkan kami di ruang makan dan berkata, “Sekarang
saatnya kita bisa makan dengan tenang, karena saudara-saudara kita di
Tanah Air juga sudah dapat makan dengan tenang.” Saya melihat kelegaan
yang sangat di wajah Pak Harto. Dengan penuh syukur kepada Tuhan yang
Mahakuasa, kami semua menikmati nasi hangat dan menu yang sangat
Indonesia, lengkap dengan sambalnya.
Paham Nasib Rakyat (Sayidiman Suryohadiprojo, mantan Dubes RI untuk Jepang)
Saya terkejut mendapat perhatian Pak Harto yang luar biasa, “Istrimu
sakit kan? Bawa sekalian berobat, tidak usah berpikir biaya. Gajimu kan
tidak seberapa, kecil di sana. Biar nanti ada yang mengurus biayanya,”
kata Pak Harto. Sepotong peristiwa itu menorehkan kenangan mendalam di
hati saya. Pandangan saya akan Pak Harto berubah, dari sekadar pemimpin
di pemerintahan menjadi orang tua sekaligus sahabat yang memang harus
diberi masukan-masukan yang benar.
Pengajar Kebijaksanaan (Begug Poernomasidi, Bupati Wonogiri 1999-2009)
“Menjadi pejabat itu jangan untuk mencari jenang (materi), tapi carilah
jeneng (nama baik). Kalau kamu sudah memperoleh jeneng, maka jenang akan
datang kepadamu dengan sendirinya,” itu petuah Pak Harto yang selalu
saya pegang.
Pengajar Kebijaksanaan (Sudwikatmono, pengusaha)
“Bisnis itu ada hukumnya. Kamu tidak boleh menzalimi orang. Kalau utang
harus dikembalikan. Berdagang harus jujur, kalau tidak maka kita tidak
akan dipercaya orang,” begitu salah satu pesan Pak Harto. Pesan beliau
itu terus saya ingat dan saya amalkan.
Sosok Sederhana (JB. Sumarlin, Ketua BPK 1993-1998)
Suatu sore di tahun 1984 saya menghadap Pak Harto di kediaman beliau.
Pak Harto minta disiapkan makanan ringan, eh yang datang dua gelas pop
mie. Pegawai dapur membuka plastik penutup lantas menuangkan air panas.
Setelah menunggu sekitar tiga menit, baru mi instan itu diaduk. Kami pun
menyeruput kuahnya dan makan bersama. Itulah pertama kali saya makan
pop mie. Orang mengira makanan yang disuguhkan Pak Harto itu mewah dan
mahal. Meskipun beliau itu presiden, Pak Harto tidak canggung menyantap
mi instan seperti rakyat kebanyakan di luar.
Dirindukan Karena Prestasinya (Sultan Haji Hassan Al Bolkiah, sultan pertama Brunei)
Saya berasa sedih karena Presiden Soeharto tidak lagi ada bersama-sama
kita. Namun demikian, saya percaya bahwa segala pencapaiannya semata
bagi Republik Indonesia yang dicintainya maupun pertumbuhan ASEAN,
kesemuanya merupakan bukti yang nyata terhadap warisan keemasan yang
diturunkannya kepada rantau kita.
Dikenang Negara Lain (Fidel Ramos, Presiden Filipina ke-13)
Dengan difasilitasi oleh Pak Harto, pertemuan itu akhirnya dilaksanakan
di Istana Cipanas, Jawa Barat, Indonesia. Perundingan damai digelar pada
14-17 April 1993 dihadiri faksi-faksi yang bertikai, perundingan itu
membuahkan sejarah besar bagi kami bangsa Filipina, yaitu terciptanya
kesepakatan damai antara mereka yang bertikai dan mempersatukan kembali
bangsa kami beragam dalam naungan kesatuan nasional Filipina.
Tegas Mengatasi Masalah (Tun Mahathir bin Muhammad, Perdana Menteri Malaysia)
Pak Harto adalah pemimpin yang memahami begitu banyak masalah, sehingga
beliau bisa mengatasinya untuk kemudian membangun negara Indonesia
dengan baik. Memang ada yang berpendapat bahwa pemerintahan Pak Harto
keras, tetapi kami tidak melihatnya seperti itu, karena tidak mungkin
suatu pemerintahan tidak berlaku tegas, dengan membiarkan sama sekali
adanya masalah-masalah. Banyak negara yang merdeka pada waktu yang
bersamaan, sampai sekarang tidak mengalami kemajuan apa-apa karena
adanya civil war, perang saudara. Namun Pak Harto dapat mengawal
sehingga Indonesia bisa menjadi sebuah negara jaya.
Pencipta Stabilitas Ekonomi (Lee Kuan Yew, Perdana Menteri Singapura)
Soeharto menciptakan suatu era stabilitas dan kemajuan di Indonesia. Hal
ini membangkitkan kembali keyakinan internasional di wilayah kita, dan
membuatnya menjadi aktraktif untuk investasi asing serta mendorong
kegiatan ekonomi. Di bawah Soeharto, Indonesia tidak bersikap serperti
sebuah negara hegemoni. Indonesia tidak bersikeras terhadap pandangan
dirinya, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan-kepentingan negara
lain dalam ASEAN. Sikap ini membuat Indonesia diterima oleh anggota
ASEAN lain sebagai first among equal.
Masih banyak sisik melik kisah Pak Harto lewat buku Pak Harto The
Untold Stories. Misalnya saja kenangan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin
saat mengawal penguasa 32 tahun itu ke Bosnia pada 1995.
Kala itu, di tengah baku tembak antara Bosnia dan Serbia, Pak Harto
berkunjung ke Bosnia-Herzegovina menemui Presiden Bosnia Alija
Izetbegovic. Pesawat Soeharto terus menerus diawasi senapan anti pesawat
udara. Presiden ke-2 RI ini pun dibidik sniper. Namun Soeharto kalem
saja.
Saat itu Sjafrie berpangkat kolonel dan menjabat Komandan Grup A
Paspampres. Ketika masih berada di Kroasia, terdengar kabar pesawat yang
ditumpangi Utusan Khusus PBB Yasushi Akashi ditembaki saat terbang ke
Bosnia. Namun insiden penambakan itu tidak menyurutkan langkah Soeharto
ke Bosnia.
Karena keterbatasan kursi, hanya Sjafrie dan Mayor CPM Unggul yang
mengawal Soeharto dalam pesawat sewaan itu. Sjafrie juga menulis
Soeharto enggan mengenakan rompi anti peluru dan helm baja. Padahal
semua memakai rompi antipeluru seberat 12 kg yang bisa menahan proyektil
M-16.
“Eh, Sjafrie, itu rompi kamu cangking (jinjing) saja,” ujar Soeharto pada Sjafrie.
Pak Harto tetap menggunakan jas dan kopiah. Sjafrie pun ikut-ikutan
mengenakan kopiah yang dipinjamnya dari seorang wartawan yang ikut.
“Ini dilakukan untuk menghindari sniper mengenali sasaran utamanya dengan mudah,” terang Sjafrie.
Saat mendarat di Sarajevo, Sjafrie melihat senjata 12,7 mm yang biasa
digunakan untuk merontokkan pesawat terbang terus mengikuti pesawat yang
ditumpangi rombongannya. Saat konflik, lapangan terbang itu dikuasai
dua pihak. Pihak Serbia menguasai landasan dari ujung ke ujung,
sementara kiri-kanan landasan dikuasai Bosnia.
“Pak Harto turun dari pesawat dan berjalan dengan tenang. Melihat Pak
Harto begitu tenang, moral dan kepercayaan diri kami sebagai pengawalnya
pun ikut kuat, tenang dan mantap. Presiden saja berani, mengapa kami
harus gelisah,” tulis Sjafrie.
Pak Harto kemudian naik panser VAB yang disediakan PBB. Mereka melewati
sniper valley, sebuah lembah yang penuh diisi penembak jitu dari kedua
pihak yang bertikai. Untungnya tidak ada apa-apa selama perjalanan.
Soeharto pun tiba di istana kepresidenan Bosnia yang saat itu keadaannya
memprihatinkan. Tidak ada air sehingga air bersih harus diambil dengan
ember. Selama pertemuan, Sjafrie melaporkan ada tembakan meriam tak jauh
dari istana.
Setelah meninggalkan istana, Sjafrie pun bertanya pada Soeharto mengapa
nekat mengunjungi Bosnia yang berbahaya. Termasuk menyampingkan
keselamatan dirinya.
“Ya kita kan tidak punya uang. Kita ini pemimpin Negara Non Blok
tetapi tidak punya uang. Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa
membantu dengan uang ya kita datang saja. Kita tengok. Yang penting
orang yang kita datangi merasa senang, morilnya naik dan mereka menjadi
tambah semangat,” jawab pak Harto.
Sjafrie terpesona mendengar jawaban ini.
Sumber
Soeharto di Mata Rakyat Malaysia
Mantan Presiden Soeharto tak hanya dikenang oleh Bangsa Indonesia.
Penguasa Orde Baru itu tampaknya juga dikenang oleh pemerintah dan
masyarakat negeri jiran, Malaysia.
Dalam peluncuran buku berjudul ‘Pak Harto The Untold Stories’ di Taman
Mini Indonesia Indah, Rabu 8 Juni 2011, mantan Menteri Penerangan
Malaysia Tun Sri Zainudin Mahidin yang hadir mewakili mantan PM Mahathir
Muhammad mengatakan Malaysia berhutang budi pada mantan Presiden
Suharto atas peranannya mengakhiri beberapa konflik di Malaysia.
“Meski tidak menampakkan keakraban, tapi dalam ta’ziahnya Mahathir telah
membela Pak Harto dari tuduhan orang-orang yang telah melupakan
jasa-jasanya,” kata dia dalam sambutan peluncuran buku.
Mahidin yang juga mantan jurnalis itu mengatakan sosok Soeharto sebagai
orang yang berwibawa. Selain sebagai tentara, dia kenal sebagai seorang
diplomat yang bagus. “Oleh karenanya terpatri di benak masyarakat
Malaysia untuk mengabadikan nama Soeharto,” kata dia.
Sebagai bukti penghormatan rakyat Malaysia kepada Soeharto, di sebelah
utara Hulu Selangor negeri jiran itu ada suatu wilayah yang disebut
Kampong Soeharto. Kampong yang berdiri diatas tanah seluas 174,047
hektar ini dihuni 178.500 jiwa, terdiri dari etnis Melayu, Jawa, Banjar
dan India.
“Nama Pak Harto terpatri di rakyat malaysia sebagaimana ada Kampong
Soeharto, Masjid Soeharto, rumah sakit Soeharto, dan Sekolah Kebangsaan
Soeharto,” tuturnya.
Meski era kepemimpinan Soeharto sudah berakhir namun sebagai penghormatan kepada Soeharto, nama kampung itu tidak dirubah.
“Walaupun Pak Harto sudah berhenti, Kampong Suharto tidak akan dirubah
namanya, karena hubungan Indonesia dan Malaysia berjalan sangat baik
pada masa tersebut,” kata dia
Incognito Bersama Pak Harto
Pada pertengahan tahun 1970-an, almarhum Presiden Soeharto kerap mengadakan kunjungan diam-diam(incognito) ke desa-desa.
Benar-benar incognito,karena dilakukan secara rahasia, dengan
menggunakan mobil jeep — bukan mobil kepresidenan. Jeep yang digunakan
Toyota Hardtop yang populer ketika itu dan dapat masuk ke
pelosok-pelosok desa.
Rombongan incognito Pak Harto ketika itu tidak lebih dari tiga kendaraan
— termasuk ajudan dan pengawal presiden. Begitu rahasianya kunjungan
diam-diam itu hingga dilakukan tanpa memberitahukan kepada para
menteri,apalagi pejabat daerah setempat. Pak Harto ingin mendapat
informasi langsung dari sumber pertama, rakyat yang diajaknya berdialog.
Begitu rahasianya kunjungan itu, sehingga wartawan Antara,Pattirajawane,
yang ketika itu bertugas di Istana sejak masa Bung Karno, diminta
datang oleh Kepala Dokumentasi dan Media Massa Setneg, Dwipayana, yang
lebih akrab di kalangan teman-teman pers dengan panggilan Pak Dipo.
‘’Besok Anda berangkat ikut Presiden Soeharto,’’ kata Pattirajawane
menirukan kata-kata Pak Dipo.
Dia juga mengingatkan bahwa perjalanan tersebut rahasia dan tak boleh seorang pun tahu. Juga istri dan kantor,tidak boleh tahu.
Keesokan harinya, berangkatlah dia, antara lain bersama Saidi,
fotografer yang menjadi kepercayaan Pak Harto. Patti sengaja dipilih,
karena selain senior, juga menguasai bahasa Jawa yang banyak digunakan
Pak Harto dalam berdialog saat menemui rakyat kecil.
Pernah ketika Pak Harto mengemukakan niatnya untuk melakukan kunjungan
incognito, pihak Komandan Paswalpres, seperti dituturkan Casmo
Tatilitofa dalam buku Catatan Ringan Wartawan Istana, mengatakan, ‘’Kami
tidak berani mengambil risiko keamanan,
Pak.’’Menanggapi kekhawatiran itu, almarhum Presiden Soeharto menjawab kalem, ‘’Masak takut? Kita kan semua tentara.’’
Setelah bergabung dengan Pak Harto di Bekasi — seperti dipesankan Pak
Dipo — rombongan menuju Majalengka.Dalam kunjungan ini Pak Harto mengaku
sebagai Pak Mantri.Rupanya karena di perjalanan sering berdialog dengan
rakyat, di antara para pedagang di pasar dan petani di persawahan,ada
yang tahu bahwa yang mengaku Pak Mantri itu adalah Presiden Soeharto. Rupanya,
seorang kepala desa tidak siap menyambutnya.Hingga terpaksa tengah
malam menggedor sebuah toko milik Cina untuk membeli kain blacu guna
dijadikan seprai untuk tidur Pak Harto. Di sini, Pak Harto mandi di
sumur.
.. .. ..
Ketika berada di Cilacap, Jawa Tengah, saat meninjau SD Inpres, Pak
Harto rupanya melihat ketidakberesan pembangunan gedung sekolah yang
disubsidi pemerintah itu. Ia menendang dinding sekolah dengan sepatunya
dan ternyata dinding itu ambruk.‘’Siapa anemer (pemborong) bangunan ini?’’ tanyanya sambil sekali lagi menendang dinding yang keropos. Dia minta agar pihak pemborong bertanggung jawab terhadap bangunan tersebut.
Suatu hari, ketika berada di Jawa Tengah, kedatangan diam-diam Pak Harto
diketahui banyak orang. Pasalnya, ada yang mengenalinya dan akhirnya
kunjungan yang sebelumnya dirahasiakan itu terbongkar. Kontan saja,
bupati, gubernur, dan para pejabat Pemda berdatangan memburunya.
Masih dalam penyamaran, ketika berada di Gunung Kidul, ada rapat di kelurahan. Mereka
tidak tahu yang masuk adalah Pak Harto yang minta agar rapat diteruskan
setelah berhenti sejenak. Ketika itu, rapat membahas soal pupuk. Pak
Harto yang anak petani itu mengoreksi cara-cara dan ukuran penggunaan
pupuk. Di Kemusuk, desa tempat kelahirannya, Pak Harto menginap di kediamannya.
Begitu rahasianya kunjungan Pak Harto ke desa-desa itu,sampai Ismail
Saleh yang ketika itu menjadi sekretaris kabinet dan pemimpin umum LKBN
Antara tidak tahu.Ketika kembali ke Jakarta setelah menyertai Pak
Harto,Pattiradjawane dipanggilnya. Pak Ismail memarahinya kenapa tidak
memberi tahunya. ‘’Saya ini Sekretaris Kabinet, kenapa kamu tidak kasih tahu saya,’’ kata Ismail Saleh seperti dituturkan Patti.
.. .. ..
Di kediamannya, di Jl Cendana, menjelang ulang tahunnya yang ke-64,
pada 8 Juni 1985, Pak Harto pernah menerima rombongan tamu istimewa,
jumlahnya sekitar 50 orang. Mereka adalah murid SD Petukangan, dan siswa
Jakarta International School, Cilandak — keduanya di Jakarta Selatan. Mereka datang guna membacakan puisi untuk Pak Harto yang dengan tekun duduk bersama Ibu Tien.
Puisi itu merupakan cuplikan riwayat hidup Pak Harto yang dibacakan sebagai hadiah ulang tahun dari murid-murid SD tersebut.
Puisi itu berjudul Putra Pertiwi dan dibacakan oleh murid-murid Jakarta
International School, dicuplik dari buku biografi Anak Desa. Yang tak kalah menyentuh
adalah ungkapan hati anak-anak SD Petukangan pada Pak Harto, ‘’Semoga panjang umur, semoga sering tersenyum.’’
Dalam usia yang semakin tua, Pak Harto memang mendapat tempat
tersendiri di hati anak-anak. Lebih dari 23 ribu surat setahun dikirim
anak-anak dari berbagai pelosok Tanah Air kepadanya. Dan, isinya pun
khas anak-anak — lugu dan spontan. Mereka misalnya minta perangko, foto
Presiden sekeluarga, sampai minta dikirimi sepeda mini. Sebagian besar
permintaan itu dikabulkan oleh Pak Harto.
KISAH PENGAMEN NEKAT
Namanya Munari Ari. Ia bukan menteri, ajudan atau orang dekat
Presiden RI kedua Soeharto. Tahun 1980-an ia hanyalah seorang tukang
ngamen. Kawasan operasinya mulai perempatan Megaria hingga depan kampus
Universitas Indonesia di Salemba. Dan jika malam tiba, ia kerap
menumpang tidur di depan kamar mayat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Namun Ari punya cerita istimewa tentang Pak Harto. Ia menuturkannya
dalam buku “Pak Harto, The Untold Stories” yang diluncurkan pada 8 Juni
2011 lalu, tepat 90 tahun usia Soeharto.
Saat sedang ‘bekerja’, Ari menuturkan, ia kerap memperhatikan
mobil-mobil yang melintas. Yang selalu menarik perhatiannya adalah
iring-iringan mobil yang rutin melintas di hari Rabu dan Jumat pada jam
yang sama. Iringan mobil yang dikawal pasukan pengamanan Presiden ini
membawa Pak Harto ke lapangan golf Rawamangun. Biasanya sebelum matahari
terbenam, rombongan kembali melintas pulang.
Bukan sekali dua kali Ari dan sahabatnya Herman Obos mencoba nekat
mendekat ke bibir jalan untuk melihat rombongan lebih jelas. Namun
pengamanan sangat ketat. Ia kerap diusir, bahkan pernah nyaris
ditempeleng.
Pada hari Jumat di pertengahan 1986, Ari dan Obos, berhasil lolos dari
pantauan aparat. Di seberang Restoran Sasa kawasan Salemba, mereka
berdua berbaris tegak rapat sejajar. Masih memegang gitar dan biola,
dengan sikap sempurna begitu mobil Pak Harto melintas, mereka mengangkat
tangan untuk memberi hormat.
‘Upacara’ tanpa bendera ini rutin dilakukannya setiap kali rombongan
Presiden melintas. Setelah sebulan berlalu, Ari dan Obos merasa setiap
kali lewat depan RSCM, rombongan mobil Presiden berjalan lebih lambat.
Bulan berikutnya, terjadi hal yang tidak terduga. Saat Ari dan Obos
melangsungkan acara penghormatan rutin, mobil dengan plat RI 1 berjalan
makin pelan dan bahkan mendekat.
Sejurus kemudian tepat di depan mereka, kaca hitam jendela belakang
mobil diturunkan perlahan dan muncullah senyuman khas Soeharto.
“Seketika itu juga, saya dan Obos memberi hormat dan berseru, ‘Selamat
siang, Paaaak!’.”
Pak Harto seperti biasa tersenyum dan mengangguk. Sejak kejadian itu,
polisi tidak pernah lagi mengusir Ari dan Obos yang makin giat
menghormat setiap rombongan lewat.
Dan, siapa mengira kegiatan nekat dua remaja ini mengubah hidup mereka kelak. Terkesan dengan aksi dua pengamen ini, Pak Harto pun mengutus putri sulungnya Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut mencari dua remaja itu. Bukan main senangnya Ari dan Obos saat itu. Mereka diajak ke Cendana, bahkan ikut menyumbangkan dua lagu di hari ulang tahun pernikahan Pak Harto dan Bu Tien.
Dia juga dikontrakkan rumah di kawasan Kramat, Jakarta Pusat. Sandang pangan tercukupi.
Sampai akhirnya ia merasa tidak bisa hanya menerima uluran tangan
terus. Ia pun melamar kerja di salah satu perusahaan milik Tutut. Namun
tahun 2000 ia memutuskan keluar. Kini Ari sukses menjalankan usaha biro
jasa miliknya sendiri.
“Piye to kok ora bisa ditulung (bagaimana sih kok tidak bisa ditolong)?”
adalah pertanyaan Pak Harto ketika ia merasa limbung menghadapi
kenyataan baru saja kehilangan belahan jiwanya, Ibu Tien Soeharto-istri
tercinta yang puluhan tahun menemaninya mengarungi suka dan duka, istri
yang selalu mengobarkan semangatnya, menuangkan kasih sayang, serta
menguatkan hati.
Setetes air mata Pak Harto menandai kehilangan besar yang harus diikhlaskannya hari itu,
disaksikan Profesor Dr. Satyanegara yang selanjutnya menjadi lebih
sering menjaga kesehatan Pak Harto. Demikian pula perjalanan hidup Pak
Harto sejak muda yang terekam dengan baik dalam ingatan keluarga besar,
sesama kepala negara, para menteri, ajudan, serta orang-orang yang
bekerja bersamanya, menjelaskan sisi-sisi lain karakter Pak Harto yang
sangat jarang dipublikasikan, yang selama ini tersimpan sebagai the
untold stories seorang Pak Harto.
Masih dalam kenangan mesra Pak Harto bersama Ibu Tien, Brigjen TNI
(Purn) Eddie Nalapraya, yang berpangkat kapten ketika menjadi pengawal
pribadi Pak Harto di tahun-tahun awal menjabat Presiden RI, pernah
mendapat pesan jenaka dari Ibu Tien. Ibu Negara itu mengetuk-ngetuk
jendela mobil sesaat sebelum Eddie berangkat mengawal Pak Harto
memancing ke laut lepas, “Jangan memancing ikan yang berambut panjang ya….” Pesan canda buat sang pengawal itu membuat Pak Harto tersenyum mendengarnya.
Sementara Profesor Dr. Emil Salim, Menteri Lingkungan Hidup pada masa
pemerintahan Pak Harto, menuturkan kisah yang mengharukan ketika
sepasukan tentara disiapkan untuk menembaki serombongan gajah yang
dilaporkan memorakporandakan kebun-kebun warga desa transmigrasi di
Lampung. Rupanya hewan-hewan besar itu keluar dari hutan karena setiap
enam bulan sekali mereka perlu berendam di laut untuk mendapatkan garam.
“Mendengar rencana itu, Pak Harto segera memerintahkan agar para
tentara tidak menembaki kelompok gajah pada saat mereka pulang nanti,
melainkan menggiringnya melalui jalan yang berbeda, dengan
menggunakan peralatan yang bisa menghasilkan bunyi-bunyian seperti
genderang dan terompet. Maka pada perjalanan kembali ke habitatnya di
atas bukit, gajah-gajah itu tidak lagi menghancurkan kebun dan rumah di
desa transmigrasi,” cerita Pak Emil.
Ide sederhana Pak Harto ini berakhir tidak sederhana. “Setelah
berhari-hari mengawal kawanan gajah pulang ke hutan tempat tinggalnya di
atas bukit, beberapa tentara meneteskan air mata haru karena dapat
merasakan terbitnya kasih sayang di hati mereka terhadap hewan-hewan
itu. Presiden Soeharto lantas mengundang semua tentara yang bertugas
dari yang berpangkat terendah ke rumahnya di Jalan Cendana. Dengan riang
Pak Harto menyalami mereka satu per satu sebagai tanda terima kasih,”
cerita Pak Emil.
Sampai menjelang akhir hayatnya Soeharto ternyata masih mempedulikan
rakyat. Soeharto sempat berencana ingin berjualan nasi dan nugget ikan
dengan harga murah agar rakyat bisa makan dengan layak.
Saat itu di tahun 2006, Husni mengunjungi Soeharto di Jl Cendana. Mereka
makan bersama. Saat mengobrol, suara Soeharto tidak jelas karena
stroke.
“Sekarang harga beras berapa?” tanya Soeharto.
Husni menjawab Rp 6.200 dan itu beras impor dari Vietnam.
Mendengar itu Pak Harto tampak sedih. Wajahnya kecewa. “Berarti swasembada pangan saya gagal,” kata Soeharto.
Di pertemuan lain, Soeharto berencana membuat program 10 ribu gerobak dorong yang menjual nasi murah berisi nasi, nugget ikan, sayuran dan sambal. Selain rakyat bisa membeli makanan bergizi, penjualnya pun bisa mendapat untung.
“Sebungkus Rp 5.500, modalnya Rp 4.500, jadi pedagang mendapat Rp
1.000. Kalau sehari laku 50 bungkus sebulan didapat Rp 1,5 juta. Kalau
ada 10 ribu gerobak, berarti ada 10 ribu keluarga yang sejahtera,” terang Pak Harto.
Sayangnya Pak Harto keburu jatuh sakit sehingga keinginannya di masa tua
agar rakyat kecil bisa makan nasi dengan lauk pauk bergizi dengan harga
murah, tidak pernah terlaksana.
Segera Daftar Dan Dapatkan Jutaan Rupiah Hanya Di Zeusbola!
ReplyDeleteDeposit Murah!
1 User Id Bisa Bermain Bermacam Game Di Zeusbola.
Buruan Dan Dapatkan Jackpot Anda Sekarang Juga.
INFO SELANJUTNYA SEGERA HUBUNGI KAMI DI :
WHATSAPP :+62 822-7710-4607