Sejak 21 Nopember 2011, kawasan Asia
Tenggara seakan memanas dengan adanya informasi rencana pembangunan
pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di Darwin, Australia Utara,
dimana rencannya pangkalan tersebut akan mulai dibangun pada pertengahan
2012, dengan menempatkan 2.500 prajurit Marinir beserta peralatan
tempurnya, termasuk tank dan pesawat tempur. Dilain pihak, AS sendiri
menyangkal jika pangkalan militer itu akan digunakan sebagai pasukan
untuk menyerbu, melainkan sebagai pasukan bantuan ketika terjadi bencana
alam di wilayah tersebut dan sekitarnya.
Atas adanya rencana tersebut, Indonesia
selaku negara yang berbatasaan langsung di bagian utara Australia,
tentunya akan menerima efek atas adanya pangkalan militer AS. Banyak
pengamat internasional menyatakan Pemerintah Indonesia dalam hal ini
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus menyatakan sikap atas
rencana tersebut, bahkan harus diajak bicara oleh AS dan Australia
mengenai masalah tersebut. Karena seperti sudah diketahui sebelumnya, AS
selalu memiliki rencana di balik semua tindakannya dan
memberlakukan standar ganda. Apalagi AS memiliki kepentingan dengan Indonesia mengenai tanah Papua.
memberlakukan standar ganda. Apalagi AS memiliki kepentingan dengan Indonesia mengenai tanah Papua.
Kita dapat melihat beberapa fakta yang
mengkhawatirkan tentang letak geografis antara Indonesia-Australia, yang
pertama adalah Pangkalan militer AS di Darwin yang hanya 820 km dari
Papua, dan yang kedua adalah Pangkalan militer AS di Darwin hanya
berjarak sekitar 280 mm dari perairan Indonesia. Dan tidak hanya itu,
saya menemukan fakta bahwa Australia beberapa kali melakukan tindakan
pelanggaran atas wilayah dan kedaulatan indonesia, beberapa contoh kasus
pelanggaran yang dilakukan Australia. Salah satunya adalah ketika
Australia menerjunkan pasukannya di Timor Timur pada masa awal
referendum. Atas nama kepentingan internasional, mereka menerjunkan
pasukannya masuk ke Dili. Padahal, Timor Timur ketika itu jelas-jelas
masih wilayah kedaulatan Indonesia, karena belum keluar hasil kongkrit
bahwa rakyat Timor Timur menginginkan kemerdekaan bagi bekas provinsi
Indonesia tersebut.
Padahal pada tahun 1996 Australia dan
Indonesia membuat Perjanjian Pertahanan Keamanan. Perjanjian tersebut
dibuat karena kedua negara ingin memperkuat persahabatan yang ada di
antara keduanya. Perjanjian itu juga mengakui pentingnya jaminan
perdamaian dan stabilitas kawasan sebagai cara untuk menjamin adanya
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan bagi kedua negara.
Kedua negara menyepakati bahwa:
· para menteri negara akan secara tetap berkonsultasi mengenai masalah-masalah keamanan;
· saling
berkonsultasi jika terjadi tantangan yang sifatnya bermusuhan terhadap
kepentingan keamanan bersama, dan mempertimbangkan tindakan individual
atau tindakan bersama yang mungkin diambil; dan,
· akan bekerjasama dalam masalah-masalah keamanan.
Dan perjanjian ini mulai berlaku sejak
tanggal 15 Juli 1996. Dengan demikian tindakan Australia menerjunkan
pasukan militer ke sebuah negara berdaulat tanpa izin dan mandat dari
PBB adalah tindakan pelanggaran wilayah dan dapat memicu konflik antara
kedua negara serta mengingkari perjanjian tersebut diatas. Hal ini
mengindikasikan bahwa Australia sebagai sebuah negara yang bertetangga
dan berbatasan langsung dengan Indonesia, tidak beritikad baik serta
bertindak arogan.
Kembali kepada masalah penempatan pasukan
Amerika Serikat di Darwin, saya menganalisis bahwa ada tiga faktor
berbahaya yang mengancam Indonesia yaitu faktor politik, militer dan
ekonomi.
Pada faktor Politik, jika
dianalisis, rencana pembangunan pangkalan militer AS di Darwin berkaitan
dengan sikap AS terhadap Indonesia, khususnya masalah Papua. Sudah
sejak lama, AS ikut campur dalam masalah separatisme Papua yang dianggap
sebagai pelanggaran HAM berat, yang tuduhannya pelanggaran HAM tersebut
dialamatkan kepada TNI. Bentuk keterlibatan AS di tanah Papua yang
mengatasnamakan HAM tidak lepas karena adanya Freeport Indonesia. Fakta
menarik dapat dilihat beberapa bulan lalu ketika Polisi dianggap telah
melakukan pelanggaran HAM, dengan melakukan penggerebekan terhadap
Kongres Papua yang dianggap sebagai tindakan makar terhadap NKRI.
Pemerintah AS diam, bahkan Kongres AS pun tidak bersuara sama sekali,
padahal AS selalu berteriak tentang pelanggaran HAM di Papua. Sedangkan
bagi Australia, adanya pangkalan militer di Darwin menjadikan situasi
Australia semakin aman dari tekanan internasional, karena pangkalan
militer, secara hukum internasional adalah milik AS. Sehingga hukum yang
berlaku di dalam pangkalan militer adalah hukum AS. Kaitan keberadaan
pangkalan militer AS dengan politik internasional Australia terhadap
Indonesia adalah mengenai masalah Papua juga. Sudah diketahui sejak
lama, jika Australia juga ikut campur urusan Papua. Australia sering
kali dijadikan tempat untuk mencari suaka oleh anggota OPM. Keberadaan
pangkalan militer AS di Darwin justru akan melindungi Australia, karena
bisa saja pangkalan militer tersebut dijadikan tempat transit dan
perlindungan bagi pencari suaka dari Papua dan hukum yang berlaku adalah
hukum AS, bukan hukum Australia
Pada faktor Militer, jika
dianalisis, militer dan pertahanan-keamanan adalah hal yang paling
berpengaruh dengan adanya rencana pembangunan pangkalan militer ini,
khususnya kepentingan militer Indonesia, Timor Leste, Cina dan
Australia, serta kawasan ASEAN. Bagi Indonesia, adanya pangkalan militer
di darwin memungkinkan agresi militer menjadi mudah dilakukan oleh AS
dan Australia. Bicara pangkalan militer AS, maka pangkalan militer AS di
Jepang (Tokyo, Yokota, Okinawa, Sasebo, Otsuki dan Yokosuka), pangkalan
ini bisa dijadikan patokan akan seperti apa nantinya pangkalan militer
di Darwin nantinya, sebagai contoh kekuatan militer Amerika Serikat
adalah US NAVY 7th Fleet yang ditempatkan di Okinawa.
Walaupun AS berdalih, pangkalan militer Darwin hanya untuk pergerakan
pasukan kemanusiaan yang bergerak untuk memberikan pertolongan di daerah
bencana. Sebuah armada yang dilengkapi kapal induk dan kapal
pengawalnya yang memiliki kemampuan lebih canggih dari kapal-kapal milik
TNI AL, serta kapal selam AS dalam armada tempur tersebut, tentunya
bukan lawan yang mudah untuk dilawan. Belum lagi dengan jumlah pasukan
Marinir AS yang berjumlah lebih dari 10 ribu personel dalam satu
pangkalan militer. Keberadaan kapal induk dalam suatu armada,
memungkinkan AS dapat menyerang musuhnya dari posisi apapun.
Yang terakhir adalah pada faktor Ekonomi,
jika dianalisis, Pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN khususnya
Indonesia pada satu dasawarsa terakhir hampir tidak terpengaruh krisis
ekonomi dunia, menjadi magnet tersendiri bagi negara maju seperti AS,
Eropa dan Cina. Khusus mengenai Cina, negara Tirai Bambu ini sejak
beberapa tahun belakangan memang melihat ASEAN khususnya Indonesia
sebagai pasar potensial. Sehingga Cina terus menanamkan investasinya di
kawasan ini, baik itu bidang energi, elektronik, produk konsumsi hingga
penjualan alutsista. Cina juga mulai mencari cadangan energi di kawasan
ASEAN, dan juga mulai menganeksasi kawasan Laut Cina Selatan dengan
mengakui kawasan tersebut sebagai milik negara Tirai Bambu berdasarkan
peta kuno. Khusus untuk Indonesia, Cina sudah membuat kontrak mengenai
pembelian batu bara dari Indonesia dan ikut ambil bagian dalam proyek
pembangunan Listrik 10.000 MW. Yang terbaru adalah Cina menjadi investor
asing terbesar di Timor Leste, padahal Timor Leste terkenal dekat
dengan Australia dan AS.
Dengan kondisi seperti ini, AS jelas merasa
kepentingannya sebagai investor utama di kawasan ASEAN terganggu dengan
masuknya Cina. Apalagi kawasan Laut Cina Selatan memang sudah diincar AS
sebagai cadangan minyak. Tidak hanya itu, pergerakan Cina di Timor
Leste juga menjadi ancaman AS dan Australia yang mengincar Celah Timor
yang kaya minyak serta gas bumi. AS tidak ingin “pelanggan” setianya
berpaling ke Cina dengan iming-iming barang murahnya, karena jika
kawasan ini berpaling dari AS, bisa dipastikan ekonomi AS akan semakin
terpuruk. Untuk melihat seberapa besar kepentingan ekonomi AS di
Indonesia, bisa dilihat dengan kedatangan Obama di Bali, yang menghadiri
KTT ASEAN, sekaligus menyaksikan penandatangan pembelian 203 unit
pesawat Boeing oleh maskapai penerbangan Lion Air. Pembelian ini adalah
yang terbesar dalam sejarah Boeing. Dari kegiatan itu jelas, Obama
berperan sebagai “sales” agar mengamankan kontrak pembelian pesawat
tersebut. Karena jika kontrak tersebut gagal, maka bisa dipastikan
Boeing harus memecat pegawainya, dan itu tidak sesuai dengan janji Obama
kepada rakyat AS yang berjanji akan memberikan kepastian ekonomi lebih
layak kepada rakyatnya.
Dengan semua faktor
dan data yang sudah disebutkan, jelas bahwa rencana pembangunan
pangkalan militer AS di Darwin adalah sebuah gerakan AS untuk
mengamankan kepentingan geopolitiknya di kawasan ASEAN, sekaligus
meningkatkan daya tawar AS kepada negara-negara ASEAN dan Cina dengan
cara menunjukan kekuatannya di bumi wilayah selatan.
No comments:
Post a Comment