Monday 7 October 2013

Apa Dibalik Rencana Pembangunan Pangkalan Militer Amerika Serikat di Darwin?

Sejak 21 Nopember 2011, kawasan Asia Tenggara seakan memanas dengan adanya informasi rencana pembangunan pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di Darwin, Australia Utara, dimana rencannya pangkalan tersebut akan mulai dibangun pada pertengahan 2012, dengan menempatkan 2.500 prajurit Marinir beserta peralatan tempurnya, termasuk tank dan pesawat tempur. Dilain pihak, AS sendiri menyangkal jika pangkalan militer itu akan digunakan sebagai pasukan untuk menyerbu, melainkan sebagai pasukan bantuan ketika terjadi bencana alam di wilayah tersebut dan sekitarnya.
Atas adanya rencana tersebut, Indonesia selaku negara yang berbatasaan langsung di bagian utara Australia, tentunya akan menerima efek atas adanya pangkalan militer AS. Banyak pengamat internasional menyatakan Pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  (SBY) harus menyatakan sikap atas rencana tersebut, bahkan harus diajak bicara oleh AS dan Australia mengenai masalah tersebut. Karena seperti sudah diketahui sebelumnya, AS selalu memiliki rencana di balik semua tindakannya dan

memberlakukan standar ganda. Apalagi AS memiliki kepentingan dengan Indonesia mengenai tanah Papua.
Kita dapat melihat beberapa fakta yang mengkhawatirkan tentang letak geografis antara Indonesia-Australia, yang pertama adalah Pangkalan militer AS di Darwin yang hanya 820 km dari Papua, dan yang kedua adalah Pangkalan militer AS di Darwin hanya berjarak sekitar 280 mm dari perairan Indonesia. Dan tidak hanya itu, saya menemukan fakta bahwa Australia beberapa kali melakukan tindakan pelanggaran atas wilayah dan kedaulatan indonesia, beberapa contoh kasus pelanggaran yang dilakukan Australia. Salah satunya adalah ketika Australia menerjunkan pasukannya di Timor Timur pada masa awal referendum. Atas nama kepentingan internasional, mereka menerjunkan pasukannya masuk ke Dili. Padahal, Timor Timur ketika itu jelas-jelas masih wilayah kedaulatan Indonesia, karena belum keluar hasil kongkrit bahwa rakyat Timor Timur menginginkan kemerdekaan bagi bekas provinsi Indonesia tersebut.
Padahal pada tahun 1996 Australia dan Indonesia membuat Perjanjian Pertahanan Keamanan. Perjanjian tersebut dibuat karena kedua negara ingin memperkuat persahabatan yang ada di antara keduanya. Perjanjian itu juga mengakui pentingnya jaminan perdamaian dan stabilitas kawasan sebagai cara untuk menjamin adanya pembangunan ekonomi dan kesejahteraan bagi kedua negara.
Kedua negara menyepakati bahwa:
· para menteri negara akan secara tetap berkonsultasi mengenai masalah-masalah keamanan;
· saling berkonsultasi jika terjadi tantangan yang sifatnya bermusuhan terhadap kepentingan keamanan bersama, dan mempertimbangkan tindakan individual atau tindakan bersama yang mungkin diambil; dan,
· akan bekerjasama dalam masalah-masalah keamanan.
Dan perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal 15 Juli 1996. Dengan demikian tindakan Australia menerjunkan pasukan militer ke sebuah negara berdaulat tanpa izin dan mandat dari PBB adalah tindakan pelanggaran wilayah dan dapat memicu konflik antara kedua negara serta mengingkari perjanjian tersebut diatas. Hal ini mengindikasikan bahwa Australia sebagai sebuah negara yang bertetangga dan berbatasan langsung dengan Indonesia, tidak beritikad baik serta bertindak arogan.
Kembali kepada masalah penempatan pasukan Amerika Serikat di Darwin, saya menganalisis bahwa ada tiga faktor berbahaya yang mengancam Indonesia yaitu faktor politik, militer dan ekonomi.
Pada faktor Politik, jika dianalisis, rencana pembangunan pangkalan militer AS di Darwin berkaitan dengan sikap AS terhadap Indonesia, khususnya masalah Papua. Sudah sejak lama, AS ikut campur dalam masalah separatisme Papua yang dianggap sebagai pelanggaran HAM berat, yang tuduhannya pelanggaran HAM tersebut dialamatkan kepada TNI. Bentuk keterlibatan AS di tanah Papua yang mengatasnamakan HAM tidak lepas karena adanya Freeport Indonesia. Fakta menarik dapat dilihat beberapa bulan lalu ketika Polisi dianggap telah melakukan pelanggaran HAM, dengan melakukan penggerebekan terhadap Kongres Papua yang dianggap sebagai tindakan makar terhadap NKRI. Pemerintah AS diam, bahkan Kongres AS pun tidak bersuara sama sekali, padahal AS selalu berteriak tentang pelanggaran HAM di Papua. Sedangkan bagi Australia, adanya pangkalan militer di Darwin menjadikan situasi Australia semakin aman dari tekanan internasional, karena pangkalan militer, secara hukum internasional adalah milik AS. Sehingga hukum yang berlaku di dalam pangkalan militer adalah hukum AS. Kaitan keberadaan pangkalan militer AS dengan politik internasional Australia terhadap Indonesia adalah mengenai masalah Papua juga. Sudah diketahui sejak lama, jika Australia juga ikut campur urusan Papua. Australia sering kali dijadikan tempat untuk mencari suaka oleh anggota OPM. Keberadaan pangkalan militer AS di Darwin justru akan melindungi Australia, karena bisa saja pangkalan militer tersebut dijadikan tempat transit dan perlindungan bagi pencari suaka dari Papua dan hukum yang berlaku adalah hukum AS, bukan hukum Australia
Pada faktor Militer, jika dianalisis, militer dan pertahanan-keamanan adalah hal yang paling berpengaruh dengan adanya rencana pembangunan pangkalan militer ini, khususnya kepentingan militer Indonesia, Timor Leste, Cina dan Australia, serta kawasan ASEAN. Bagi Indonesia, adanya pangkalan militer di darwin memungkinkan agresi militer menjadi mudah dilakukan oleh AS dan Australia. Bicara pangkalan militer AS, maka pangkalan militer AS di Jepang (Tokyo, Yokota, Okinawa, Sasebo, Otsuki dan Yokosuka), pangkalan ini bisa dijadikan patokan akan seperti apa nantinya pangkalan militer di Darwin nantinya, sebagai contoh kekuatan militer Amerika Serikat adalah US NAVY 7th Fleet yang ditempatkan di Okinawa. Walaupun AS berdalih, pangkalan militer Darwin hanya untuk pergerakan pasukan kemanusiaan yang bergerak untuk memberikan pertolongan di daerah bencana. Sebuah armada yang dilengkapi kapal induk dan kapal pengawalnya yang memiliki kemampuan lebih canggih dari kapal-kapal milik TNI AL, serta kapal selam AS dalam armada tempur tersebut, tentunya bukan lawan yang mudah untuk dilawan. Belum lagi dengan jumlah pasukan Marinir AS yang berjumlah lebih dari 10 ribu personel dalam satu pangkalan militer. Keberadaan kapal induk dalam suatu armada, memungkinkan AS dapat menyerang musuhnya dari posisi apapun.
Yang terakhir adalah pada faktor Ekonomi, jika dianalisis, Pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN khususnya Indonesia pada satu dasawarsa terakhir hampir tidak terpengaruh krisis ekonomi dunia, menjadi magnet tersendiri bagi negara maju seperti AS, Eropa dan Cina. Khusus mengenai Cina, negara Tirai Bambu ini sejak beberapa tahun belakangan memang melihat ASEAN khususnya Indonesia sebagai pasar potensial. Sehingga Cina terus menanamkan investasinya di kawasan ini, baik itu bidang energi, elektronik, produk konsumsi hingga penjualan alutsista. Cina juga mulai mencari cadangan energi di kawasan ASEAN, dan juga mulai menganeksasi kawasan Laut Cina Selatan dengan mengakui kawasan tersebut sebagai milik negara Tirai Bambu berdasarkan peta kuno. Khusus untuk Indonesia, Cina sudah membuat kontrak mengenai pembelian batu bara dari Indonesia dan ikut ambil bagian dalam proyek pembangunan Listrik 10.000 MW. Yang terbaru adalah Cina menjadi investor asing terbesar di Timor Leste, padahal Timor Leste terkenal dekat dengan Australia dan AS.
Dengan kondisi seperti ini, AS jelas merasa kepentingannya sebagai investor utama di kawasan ASEAN terganggu dengan masuknya Cina. Apalagi kawasan Laut Cina Selatan memang sudah diincar AS sebagai cadangan minyak. Tidak hanya itu, pergerakan Cina di Timor Leste juga menjadi ancaman AS dan Australia yang mengincar Celah Timor yang kaya minyak serta gas bumi. AS tidak ingin “pelanggan” setianya berpaling ke Cina dengan iming-iming barang murahnya, karena jika kawasan ini berpaling dari AS, bisa dipastikan ekonomi AS akan semakin terpuruk. Untuk melihat seberapa besar kepentingan ekonomi AS di Indonesia, bisa dilihat dengan kedatangan Obama di Bali, yang menghadiri KTT ASEAN, sekaligus menyaksikan penandatangan pembelian 203 unit pesawat Boeing oleh maskapai penerbangan Lion Air. Pembelian ini adalah yang terbesar dalam sejarah Boeing. Dari kegiatan itu jelas, Obama berperan sebagai “sales” agar mengamankan kontrak pembelian pesawat tersebut. Karena jika kontrak tersebut gagal, maka bisa dipastikan Boeing harus memecat pegawainya, dan itu tidak sesuai dengan janji Obama kepada rakyat AS yang berjanji akan memberikan kepastian ekonomi lebih layak kepada rakyatnya.
Dengan semua faktor dan data yang sudah disebutkan, jelas bahwa rencana pembangunan pangkalan militer AS di Darwin adalah sebuah gerakan AS untuk mengamankan kepentingan geopolitiknya di kawasan ASEAN, sekaligus meningkatkan daya tawar AS kepada negara-negara ASEAN dan Cina dengan cara menunjukan kekuatannya di bumi wilayah selatan.

No comments:

Post a Comment