Potensi paling besar yang dimiliki bangsa Indonesia untuk
menjadikannya negara kaya bukan Sumber Daya Alam (SDA), melainkan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang mencapai 240 juta jiwa. Petani Indonesia yang
berjumlah 35 juta jiwa bahkan bisa jadi kelompok masyarakat kaya yang
dapat dibanggakan.
Demikian salah satu impian pengusaha sukses, Ricky Sutanto yang
diungkapkannya dalam diskusi dan bedah bukunya berjudul “2015 Kita Kaya
No. 5”, Kamis (5/03) di Bale Rumawat Padjadjaran, Jl. Dipati Ukur 35
Bandung. Hadir dalam acara tersebut Dekan Fakultas Sastra Unpad, Prof.
Dr. Dadang Suganda, M.Hum., Ketua Forum Komunikasi Kelompok Besar
Siliwangi Esa Hilang Dua Terbilang, Mayjen (Purn.) KPA Drs. H. Herman
Sarens Sudiro, artis Yessy Gusman, dan sejumlah guru besar Unpad.
Pemilik Blossom Group ini mengandaikan, apabila petani diberikan satu
hektar tanah dan enam ribu bibit singkong dengan produksi 20 kg per
pohon yang dijual Rp 2.000 per kg, maka setiap tahunnya petani akan
menghasilkan Rp 240 juta per tahun atau Rp 20 juta per bulan. “Dengan
jumlah petani sebanyak 35 juta itu berarti kita membutuhkan 35 juta
hektar lahan perkebunan, sementara di Indonesia ada sekitar 50 juta
hektar lahan kritis. Mengapa pemerintah kita tidak melihat potensi itu?”
kata Ricky di hadapan 200 peserta yang terdiri dari dosen dan
mahasiswa.
Pria yang lahir di Bandung 59 tahun lalu itu juga menyarankan untuk
menghapuskan Upah Minimum Regional (UMR) dan menggantinya dengan Gaji
Hidup Layak (GHL). Dengan begitu, lanjut Ricky, kesejahteraan masyarakat
yang bekerja sebagai petani, nelayan, guru, pegawai negeri, TNI dan
Polri, serta kaum buruh yang bekerja di swasta dapat tercapai.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Unpad, Prof. Dr. Ina Primiana Sagir yang
hadir sebagai pembahas mengaku sangat mengapresiasi buku tersebut.
Secara umum, menurut Prof. Ina, buku yang ditulis sebelum terpilihnya
presiden dan wakil presiden pada 2004 lalu seharusnya dapat menjadi
sumber inspirasi bagi rencana pembangunan Indonesia ke depan.
“Sayangnya, mungkin mereka berpikir bahwa ide yang diajukan penulis buku
ini hanyalah mimpi belaka dan lebih tertarik mendengarkan pendapat
pihak asing yang belum tentu berpihak pada kepentingan rakyat
Indonesia,” kata Prof. Ina.
Sementara itu menurut Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Publik dan
Pengembangan Wilayah Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
(LPPM) Unpad, Dr. Dede Mariana, M.Si., buku tersebut dapat menjadi oase
di tengah sikap pesimisme masyarakat yang semakin menumpuk. “Meski saat
ini terkesan mimpi, namun di masa datang bisa saja mimpi itu benar-benar
terjadi,” kata Dr. Dede.
Pakar politik ini juga mengritik ide yang dilontarkan Ricky, seperti
legalisasi perjudian yang diimpikan terwujud di Pulau Galang. “Isu
semacam ini pernah juga dilontarkan, namun gagal, karena selalu dilihat
dari perspektif agama,” kata Dr. Dede.
Ia juga mengritik penggunaan kata “kita” dalam judul buku tersebut.
Menurutnya, kata tersebut berarti mengandung nilai kedekekatan antara
penulis dan pembaca buku. Namun, nilai tersebut tidak terdapat dalam isi
buku itu. Tokoh Satrio yang diceritakan, lanjut Dr. Dede, adalah orang
yang memiliki modal finansial dan jaringan yang cukup kuat, sehingga
dapat tetap bertahan meski dihimpit krisis. “Kenyataannya banyak
masyarakat Indonesia yang tidak memiliki kemampuan seperti tokoh di
dalam buku ini,” ujar Dr. Dede.
Motivator Andri Maadsa yang juga tampil sebagai pembicara mengatakan,
jika ingin menjadi seseorang yang sukses, tidak cukup hanya dengan
kemauan, tetapi harus pula dibarengi dengan tekad dan komitmen. Kedua
hal ini juga, menurut Presiden Direktur Andri Communication Consultant,
tidak cukup menjadikan seseorang sukses. “Seseorang perlu mencintai
kegagalan. Thomas Alfa Edison bahkan harus mengumpulkan 5.000 kegagalan
untuk kemudian sukses menciptakan lampu pijar. Jadi, jangan pernah
takuti kegagalan,” papar Andri.
No comments:
Post a Comment