akarta (ANTARA
News) - Pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia
Hikmahanto Juwana berharap agar Pemerintah Indonesia tidak "menjual"
Indonesia dan tunduk pada kepentingan Pemerintah Australia.
"Menjelang kedatangan PM Tony Abbot pada 30 Oktober mendatang,
Presiden hendaknya tidak `menjual` Indonesia dan tunduk pada kehendak PM
Tony Abbott yang membawa suara dan kepentingan rakyat Australia," kata
Hikmahanto di Jakarta, Kamis.
Presiden, kata dia, tentu harus bersikap sopan sebagai tuan rumah
namun tetap harus tegas dan tidak menenggang rasa ketika ada permintaan
Abbott yang bersinggungan dengan Konstitusi dan Kedaulatan Indonesia.
Guru Besar Hukum Internasional itu merujuk pada permintaan Abbott
agar Indonesia menyelesaikan masalah pencari suaka dan pengungsi
sementara Australia dengan menggelontorkan uang. Ia menilai permintaan
itu wajib ditolak.
"Demikian pula bila kapal-kapal nelayan yang membawa pencari suaka
dan pengungsi ditolak oleh AL Australia dan dikawal untuk masuk kembali
perairan Indonesia juga wajib ditolak," katanya.
Ia menilai penyelesain pencari suaka dan pengungsi sebagiamana
diusulkan oleh Presiden Yudhoyono harus didasarkan pada kerjasama
negara-negara terkait. Australia sebagai negara tujuan, Indonesia
sebagai negara transit dan negara-negara asal pencari suaka dan
pengungsi.
Presiden, menurut dia, juga harus waspada untuk tidak melakukan
barter antara masalah pencari suaka dengan kebijakan pemerintah
Australia untuk memotong dana bantuan luar negeri.
"Jangan sampai Presiden terkecoh dengan iming-iming tidak dipotong
dana bantuan sepanjang Indonesia mau menjadi ladang pembantaian terhadap
para pencari suaka dan pengungsi yang menuju Australia," katanya.
Ia menilai sudah waktunya Indonesia merebut kedaulatannya kembali.
Ia menyebut oleh sejumlah negara termasuk Australia bantuan dana (aid
assitance) telah dijadikan alat untuk melakukan intervensi atas
kedaulatan Indonesia
No comments:
Post a Comment