ALAM Melayu adalah wilayah di mana negara Indonesia dan Malaysia
berada. Istilah Alam Melayu lebih popular di Malaysia, sementara istilah
Nusantara sering digunakan di Indonesia. Meski demikian, kedua istilah
itu pada asalnya adalah sama.
Dalam konteks Alam Melayu-Nusantara tercetus hubungan persamaan
sebagai “bangsa serumpun” antara Indonesia dengan Malaysia sejak zaman
berzaman. Secara sosial-politik-ekonomi-kultural, sejak awal Semenanjung
Melayu dan Sumatera sudah merupakan bagian yang integral.
Raja Melaka berasal dari Sumatera (Palembang), Kerajan Riau-Johor
kadang-kadang berpusat di Sumatera kadang-kadang di Semenanjung. Sedang
Negeri Sembilan adalah cabang kerajaan Minangkabau yang berpusat di
Pagar Ruyung, Sumatera. Mayoritas dari orang Melayu di Semenanjung
adalah berasal dari suku-suku bangsa di Sumatera, khususnya Minangkabau,
Kerinci, Palembang, Jambi, Mandailing, Melayu Sumatera dan Aceh.
Bahkan juga dari Jawa dan Sulawesi (Bugis).
Sejarah mencatat, Malaya dijajah oleh Inggris (orang Malaysia
menyebutnya British, red) sementara Indonesia oleh Belanda. Dalam
mengeruk alam Melayu, Inggris mendatangkan banyak tenaga buruh dari
India dan China, sehingga pada suatu masa tertentu jumlah kedua “jentera
ekonomi” penjajahan Inggris ini pernah melampaui jumlah kaum Bumiputera
(pribumi).
Di Indonesia, perjuangan kemerdekaan ditujukan terhadap penjajah
Belanda dan talibarutnya. Perang meletus. Dalam perang kemerdekaan itu
(1945 -1949), banyak terjadi saling tolong menolong antara rakyat Melayu
Semenanjung dan rakyat Sumatera, saling menyeberangi Selat Melaka, dan
menyelundukpan senjata dan keperluan peperangan lain.
Republik Indonesia mengistiharkan kemerdekaan tahun 1945. Dan 12
tahun kemudian, (1957) Malaya pula memperolehi kemerdekaan dari Inggris.
Sejarah Hubungan Indonesia-Malaysia
Hubungan Indonesia dengan Malaya, setelah kemerdekaan Persekutuan
Tanah Melayu, lebih banyak diwarnai oleh “perbedaan- pertentangan”.
Setidaknya ada dua faktor utama yang berada di belakang keadan ini.
Pertama faktor “Tunku Vs Soekarno” dan faktor “perang dingin antara
kapitalis dan komunis dunia”.
Latar belakang sosial, kultural dan politik kedua tokoh ini, antara
Tunku dan Bung Karno sangat berbeda. Tunku adalah anak Sultan Kedah dari
perempuan Thai. Beliau diasuh dan hidup senang dalam lingkungan istana,
terdidik dalam sistem pendidikan dan budaya Inggris. Mendapat ijazah
hukum dan perundang-undangan dari sebuah universitas di Inggris. Tidak
bergaul dengan rakyat dan berpandangan liberal.
Sementara Soekarno adalah anak seorang priyayi Jawa dengan seorang
perempuan kasta tinggi Bali. Dari kecil hidup di tengah rakyat biasa.
Dalam bidang politik dan agama diasuh oleh tokoh Sarikat Islam, Raden
Haji Oemar Said Tjokroaminoto di kota Surabaya. Sejak masa mahasiswa
sudah berjuang bagi kemerdekaan Indonesia.
Soekarno memandang Tunku sebagai seorang pangeran Melayu yang hidup
di dalam kamp penguasa kolonial. Tunku pula tidak senang dengan Soekarno
yang hidup secara flamboyant tapi revolusioner, mencurigai kedekatan
hubungannya dengan blok komunis (Russia-China). Keduanya berbeda secara
sosial, kultural dan ideologi politik.
Perbedaan pendapat dan saling curiga-mencurigai itu, terutama setelah
Tunku berhasrat menubuhkan negara federal Malaysia yang terdiri
daripada Malaya, Singapura, Brunei, Sarawak dan Sabah. Bung Karno
memandang ini sebagai proyek Nekolim Inggris, bukan pemikiran asli dari
Tunku. Indonesia meminta agar diselengarakan plebisit di Borneo Utara.
Tapi ditolak oleh Tunku. Indonesia marah lalu melancarkan konfrontasi
(1963-1966).
Hubungan baru dibangun oleh Perdana Menteri kedua Malaysia, Tun Abdul
Razak Hussein dan Presiden kedua Indonesia, Soeharto dalam bentuk yang
lebih baik dan damai.
Konsep bangsa serumpun kembali bergema dengan lebih nyata. Apakah faktor yang berada di belakang persahabatan baru ini?
Seperti diketahui, Tun Razak di Indonesia terkenal sebagai keturunan
Bugis, sementara Adam Malik wakil presiden kedua RI dan Tun Muhammad
Ghazali Shafei adalah masih berkerabat sebagai orang Mandailing
(Sumatra). Dalam hal ini, faktor semangat bangsa serumpun kembali
berperan. Sementara itu Ali Moertopo yang sama-sama dengan Soeharto
adalah pemimpin-pemimpin tentara yang anti komunis.
Dalam zaman Tun Razak juga, Indonesia dan Malaysia menyelenggarakan
kerjasama latihan militer: Malindo Samatha, Malindo Jaya, Malindo Mini
dan Kris Kartika. Kerjasama dalam bidang pendidikan dan kebudayaan pun
dipertingkatkan. Indonesia dan Malaysia muncul sebagai penaja organisasi
ASEAN.
Selat Melaka pula diistiharkan sebagai perairan bukan-internasional
tapi berada di bawah kawalan Indonesia dan Malaysia. Tidak seperti
Tunku, Tun Razak tidak banyak menyimpan kecurigaan kepada Indonesia.
Zaman pemerintahan Razak, adalah zaman kecemerlangan hubungan serumpun
Indonesia-Malaysia. Kiprah Tun Razak kemudian dilanjutkan oleh Perdana
Menteri ketiga Malaysia, Tun Hussein Onn.
Pada zaman Tun Razak, Malaysia mengundang guru dan dosen dari
Indonesia mengajar di Malaysia, terutama di Jabatan Pegajian Melayu
bertujuan untuk mempertingkatkan kesusteraan Melayu. Di antaranya yang
terkenal adalah Sultan Takdir Alisjahbana.
Hubungan akrab kedua negara pada zaman Dr Mahathir Mohamad (Perdana
Menteri Malaysia keempat) mulai agak terkikis. Ada faktor Mahathir
berperan dalam penurunan taraf hubungan ini.
Mahathir adalah seorang pemimpin yang mempunyai karakter tersendiri.
Di bawah kepimpinannya ekonomi Malaysia maju pesat dan secara politik
pula Malaysia mulai berperan di arena internasional. Mahathir bahkan
muncul sebagai jurubicara dunia ketiga. Kondisi ini menghujat kepimpinan
Indonesia di bawah Soeharto.
Konflik status Sipadan dan Ligitan muncul ke permukaan secara serius
untuk pertama kalinya. Mulanya disepakati kedudukan status quo untuk
pulau-pulau ini, tapi kemudian Malaysia membangun fasilitas pelancongan
(pariwisata, red) di pulau tersebut. Akhirnya perselisihan disepakati
untuk diselesaikan oleh Mahkamah Internasional (Internasional Court of
Justice tahun 2002), kemudian ternyata perselisihan ini dimenangkan oleh
Malaysia. Berbagai masalah perbatasan muncul pada masa Mahathir ini,
yang terus diwarisi oleh Abdullah Badawi (Perdana Menteri kelima) dan
Najib (Perdana Menteri keenam).
Efek Kebijakan
Migrasi dari Indonesia ke Semenanjung sudah biasa sejak dahulu. Pada
zaman Tun Razak, Malaysia mengundang guru dan dosen dari Indonesia. Tapi
corak migrasi pada zaman Mahathir, Abdullah Badawi dan Najib berbeda.
Yang datang adalah pekerja-pekerja kasar, kurang terdidik, dan
orang-orang miskin dari perdesaan, yang bekerja di sektor perladangan,
pembangunan di perkotaan, dan sebagian lain bekerja sebagai pembantu
rumah. Mereka adalah dari kelas bawah, yang dipanggil dengan sebutan
“Indon” oleh orang Malaysia.
Tapi yang lebih serius daripada itu adalah masalah migran gelap, yang
berperan sebagai puncak masalah sosial di Malaysia. Tahun 1981 diduga
ada 100.000 migran gelap dari Indonesia, tahun 1987 mencecah 1 juta
orang. Tahun 2011 diduga 2 juta orang. Efek negatif dari migran ini
tidaklah main-main, kriminal, pencurian, perampokan, pembunuhan dan
sebagainya. Menurut catatan, tiga puluh enam persen dari narapidana di
penjara Malaysia adalah migran dari Indonesia. Padahal pemulangan migran
gelap telah dilakukan berkali-kali.
Bagi Indonesia pula, masalah migran Indonesia adalah tentang
perlakuan kasar majikan terhadap pembantu rumah, pemberian gaji yang
kecoh oleh majikan, dan perlakuan kasar dan menghina oleh polisi dan
relawan Malaysia terhadap migran Indonesia. Masalah ini menjadi salah
satu puncak hubungan tidak harmoni antara kedua
negara.
Ada kecenderungan semangat bangsa serumpun makin mulai hilang di
Indonesia, karena kekecewaan atas sikap “arogansi” saudara serumpunnya,
Malaysia.
Satu hal pula yang perlu dicatat, penggunaan istilah "Indon" di Malaysia punya dampak negative di Indonesia.
Istilah “Indon” di Malaysia berbeda dengan istilah “Indon” di
Indonesia. Di Indonesia, istilah ini berkonotasi negative yang dianggap
sebagai ejekan atau penghinaan. Tetapi di Malaysia istilah ini
merupakan sebuah singkatan yang mengacu kepada Negara atau rakyat
Indonesia ,bukan yang lainnya.
Sekadar catatan, budaya Malaysia memang lebih suka dengan istilah
perkataan singkat/singkatan dalam percakapan umum sehari-hari (pribadi).
Sebagaimana singkatan lainnya contohnya Banglades, di Malaysia lebih
popular dengan istilah “Bangla“ juga mempunyai makna sama seperti di
atas, yaitu sebuah singkatan yang mengacu kepada bangsa/rakyat
Banglades. Begitu juga istilah KL= Kuala Lumpur. Di Malaysia lebih
populer dengan istilah KL daripada Kuala Lumpur-nya.
Karenanya, jika hal-hal kecil tidak menjadi perhatian, boleh jadi
kerasian hubungan dua negeri serumpun ini akan terus makin jauh. Adalah
suatu yang kurang masuk akal, jika dua Negara yang punya ‘hubungan
darah’ terlibat konflik hanya karena urusan bola, atau urusan-urusan
lebih kecil lainnya. Padahal, jika dua kekuatan serumpun ini bersatu,
bukan tidak mungkin akan menjadi kekuatan baru, sebuah kawasan Negara
Melayu berpenduduk Muslim yang kuat yang disegani di Asia dan dunia.
Masalahnya, kapankah kekuatan itu bisa kembali bertemu dan bersatu? Walllahu a’lam.*
Malaysia itu gk jauh beda sama israil ,suka ngambil wilayah negara sebelah,kejam liat aja tuh tkw indonesia di siksa habis2an , malaysia cuma ngaku islam ,padahal mah mereka kejam gk karuan,budaya kita diambil, dosa besar tuh malaysia
ReplyDeleteArio yg melakukan bukan orang ISLAM..ada 2 kes popular disini, satunya SI bonat, ia dilakukan oleh majikan cina, itu memang budaya cina melakukan pekerja seperti budak, Dan satu kes lg oleh majikan etnis india..ada kamu dengar org ISLAM mendera pekerjanya?..beri satu kasus shj..aku akan setuju dgn kamu..
ReplyDeleteMengenai penyatuan dan penggabungan antara Indonesia dan Malaysia menurut saya memiliki pendapat yang Lebih baik dengan alternatif ada usul penggabungan wilayah antara Indonesia dengan Malaysia namun dengan tambahan Pulau Cocos dan Pulau Natal dari Australia, Singapura, Brunei, Timor Leste dan Sisi Timur Thailand Bagian Selatan yang mayoritas penduduknya adalah orang Melayu, serta dengan tambahan Kepulauan Sulu dari Filipina. Tetapi penggabungan wilayah antara Indonesia dengan Malaysia dapat dilakukan dengan jalan Musyawarah atau Negosiasi asalkan dalam keadaan damai dan mengesampingkan peperangan atau tidak menggunakan senjata di antara kedua negara yang akan digabung tetapi melibatkan Perserikatan Bangsa Bangsa, Pihak Belanda yang pernah Menjajah Indonesia dan sempat menjajah Papua bagian Barat atau Nugini Belanda yang merupakan tempat pelarian terakhir penjajah Belanda setelah kalah dari Indonesia, Pihak Inggris Raya yang pernah menjajah Malaysia, Singapura dan Brunei, serta Pihak Portugal yang pernah menjajah Indonesia dan sempat menjajah Timor Leste yang merupakan tempat pelarian terakhir penjajah Portugal setelah terusir oleh penjajah Belanda, Pihak Spanyol yang menjajah Kepulauan Sulu dan berhasil mempersatukan seluruh Filipina, Pihak Australia yang memiliki Kepulauan Cocos atau Keeling dan Pulau Natal, Pihak Thailand yang memiliki sisi timur Thailand Bagian Selatan, Pihak Filipina yang memiliki Kepulauan Sulu. Itu bagian dari Politik Iredentisme Indonesia Raya atau Melayu Raya yang merupakan pengembangan dari isi dari Kitab Negarakertagama dan Kitab Pararaton yang disempurnakan oleh Bung Karno dan Muhammad Yamin. Apakah kita sebagai bangsa yang serumpun antara Indonesia dan Malaysia menyadari kalau ada yang tidak menyukai persahabatan antara Indonesia dan Malaysia. Mereka adalah kaum Yahudi Zionis yang ternyata memiliki basis di Singapura seperti pengakuan Anwar Ibrahim dan Mahathir Mohammad yang merupakan kedua tokoh oposisi yang berasal dari negara Malaysia. Seandainya apabila kedua bangsa ini akan digabung dan diunifikasi pasti kedua negara ini akan ditakuti Zionis Israel. Bahkan kalau saya memiliki ide kalau Penggabungan Kedua wilayah negara ini memiliki tujuan untuk menakut-nakuti bangsa Yahudi. Kalau setuju dengan gagasan saya silahkan like atau suka pada komentar saya, ini merupakan pengandaian dan doa serta harapan yang saya ucapkan, harap disebarluaskan dan petisi yang telah aku buat ditanda tangani pada link berikut
ReplyDeletehttps://www.change.org/p/masyarakat-indonesia-dan-malaysia-yang-ingin-bersatu-penggabungan-indonesia-dan-malaysia?recruiter=583086767&utm_source=share_petition&utm_medium=copylink
Mengenai penyatuan dan penggabungan antara Indonesia dan Malaysia menurut saya memiliki pendapat yang Lebih baik dengan alternatif ada usul penggabungan wilayah antara Indonesia dengan Malaysia namun dengan tambahan Pulau Cocos dan Pulau Natal dari Australia, Singapura, Brunei, Timor Leste dan Sisi Timur Thailand Bagian Selatan yang mayoritas penduduknya adalah orang Melayu, serta dengan tambahan Kepulauan Sulu dari Filipina. Tetapi penggabungan wilayah antara Indonesia dengan Malaysia dapat dilakukan dengan jalan Musyawarah atau Negosiasi asalkan dalam keadaan damai dan mengesampingkan peperangan atau tidak menggunakan senjata di antara kedua negara yang akan digabung tetapi melibatkan Perserikatan Bangsa Bangsa, Pihak Belanda yang pernah Menjajah Indonesia dan sempat menjajah Papua bagian Barat atau Nugini Belanda yang merupakan tempat pelarian terakhir penjajah Belanda setelah kalah dari Indonesia, Pihak Inggris Raya yang pernah menjajah Malaysia, Singapura dan Brunei, serta Pihak Portugal yang pernah menjajah Indonesia dan sempat menjajah Timor Leste yang merupakan tempat pelarian terakhir penjajah Portugal setelah terusir oleh penjajah Belanda, Pihak Spanyol yang menjajah Kepulauan Sulu dan berhasil mempersatukan seluruh Filipina, Pihak Australia yang memiliki Kepulauan Cocos atau Keeling dan Pulau Natal, Pihak Thailand yang memiliki sisi timur Thailand Bagian Selatan, Pihak Filipina yang memiliki Kepulauan Sulu. Itu bagian dari Politik Iredentisme Indonesia Raya atau Melayu Raya yang merupakan pengembangan dari isi dari Kitab Negarakertagama dan Kitab Pararaton yang disempurnakan oleh Bung Karno dan Muhammad Yamin. Apakah kita sebagai bangsa yang serumpun antara Indonesia dan Malaysia menyadari kalau ada yang tidak menyukai persahabatan antara Indonesia dan Malaysia. Mereka adalah kaum Yahudi Zionis yang ternyata memiliki basis di Singapura seperti pengakuan Anwar Ibrahim dan Mahathir Mohammad yang merupakan kedua tokoh oposisi yang berasal dari negara Malaysia. Seandainya apabila kedua bangsa ini akan digabung dan diunifikasi pasti kedua negara ini akan ditakuti Zionis Israel. Bahkan kalau saya memiliki ide kalau Penggabungan Kedua wilayah negara ini memiliki tujuan untuk menakut-nakuti bangsa Yahudi. Kalau setuju dengan gagasan saya silahkan like atau suka pada komentar saya, ini merupakan pengandaian dan doa serta harapan yang saya ucapkan, harap disebarluaskan dan petisi yang telah aku buat ditanda tangani pada link berikut
ReplyDeletehttps://www.change.org/p/masyarakat-indonesia-dan-malaysia-yang-ingin-bersatu-penggabungan-indonesia-dan-malaysia?recruiter=583086767&utm_source=share_petition&utm_medium=copylink