Sebuah Refleksi Subjectivitas sementara
Indra Sjafrie, begitu namanya sontak menjadi populer di kalangan masyarakat Indonesia hampir dua bulan ini.
Kepopulerannya, tidak seperti banyak orang (baca; pejabat) yang juga mendadak populer dipergunjingkan publik karena tertangkap tangan KPK melakukan korupsi (Sebut; Akil Mochtar dan Adik Gubernur Banten).
Terlintas sekilas, sesaat sebelum bertemu orang ini (setelah sempat tertunda beberapa waktu) adalah membayangkan akan bertemu seorang pelatih sepak bola yang ‘khas’ seperti kebanyakan pelatih-pelatih sepak bola lainnya di negeri ini; sport style, tampil klimis dengan segala accesories olahraga modern yang akan ia kenakan. Tentunya saya dan teman-teman juga membayangkan akan terlibat soal pembicaraan-pembicaraan seputar aspek teknis tentang sepak bola denganya. Tidak!
Persis di depan kantor saat menyambut coach ‘Indra Sjafrie’ saya nyaris tidak mengenalinya. Saat ia berjalan beriringan dengan beberapa teman reporter yang sudah lebih dulu menemaninya. Bayangan kesan-kesan di atas menjadi sirna, saat lelaki yang baru saja menjadi ‘Pahlawan Nasional’.
bersama Timnas U-19 tersebut berjalan dengan penampilan yang sangat sederhana; Levis, Kaos kerah, dan sepatu kets (yang sudah agak kotor, mungkin karena sering blusukan mencari pemain). Pada lengan kirinya melingkar accesoris gelang kayu yang terlihat sudah sangat usang. Saya prediksi harganya sekitar 10.000 perak!
Saat masuk sesi obrolan. Pun ternyata coach yang membuat penasaran banyak orang atas taktik dan strategi yang ia lakukan hingga membawa Timnas U-19 berprestasi tersebut nyaris tidak membicarakan taktik-teknik yang khas sepak bola.
Ia justru berbicara banyak hal yang lebih futuristik, layaknya seorang pemimpin yang sedang merancang masa depan sebuah komunitas. Ia berbicara soal usahanya yang telah mengumpulkan orang tua para pemain Timnas U-19 agar ikut menjaga disiplin dan kebugaran anaknya saat libur di rumah. Indra sjafrie juga bicara bagaimana ia sedang berupaya untuk mengumpulkan pacar beberapa pemain Timnas. Bukan untuk melarang mereka berpacaran, melainkan mengarahkan agar ‘WAGs’ itu men-suport prestasi pacarnya yang akan berjuang di Piala AFC U-19 nanti. Dengan cara apa? “Paling tidak, para pacar pemain itu tidak menelepon hingga larut malam saat pemain Timnas akan berlaga esok hariny,” ujar Coach Indra Sjafrie, sambil bergurau, “Ini repot, anak muda sekarang kalo’ ditelepon orang tua, teman mungkin belum tentu diangkat. Tapi kalo’ pacar yang telepon, jam berapa pun mungkin dia angkat.” Sontak saja, gurauan coach membuat saya dan teman-teman tertawa.
Pelatih yang Negarawan
Mari kita lihat, Indra Sjafrie, berbicara kepada saya dan teman-teman tentang penolakannya atas orang tua yang bermaksud menyogok agar anaknya masuk skuad Timnas.
Indra Sjafrie menolak sponsor-sponsor besar yang hendak ‘menjual Timnas U-19′ untuk melakukan event tanding, Ia justru berinisiatif membawa anak-anak Timnas U-19 untuk tanding keliling ke beberapa daerah di Indonesia. Tujuannya, agar remaja-remaja daerah merasa bangga dan termotivasi untuk berprestasi seperti para pemain Timnas U19 saat ini. Indra Sjafrie memotivasi Timnas U-19 bukan dengan bonus, melainkan dengan melecut emosi anak-anak untuk menjadi patriot bagi orang tua mereka yang berwarga negara Indonesian itu. Kala banyak sponsor datang, dan hanya bermaksud mensponsori beberapa anak saja di Timnas U-19, Indra Sjafrie menolaknya dan justru menawarkan kepada para sponsor tersebut untuk membiayai anak- anak Indonesia di kampung-kampung dan di desa untuk berprestasi bermain bola.
Hingga ia berkata, “Saya tidak bermaksud menolak uang, siapa sih orang yang gak ingin dikasi uang banyak? Tapi saya tidak ingin anak-anak Timnas U-19 dimanjakan hanya dengan materi. Kenapa sponsor hanya ingin mensponsori mereka yang ’sudah jadi’ saja. Ini sungguh mental yang materialistis. Kenapa sponsor tidak datang ke daerah-daerah untuk membiayai club-club sepak bola kampung yang butuh pembinaan, agar mereka menjadi pemain Timnas hebat di kemudian hari. Karena dengan cara seperti jugalah saya mencari pemain-pemain hebat di Timnas U-19 saat ini.”
Saya fikir tidak berlebihan, jika pertemuan 23 Oktober 2013 dikantor dengan Coach Indra Sjafrie menyiratkan kesan sementara, bahwa ia adalah ‘Pelatih Yang Negarawan”. Di negara ini ada cukup banyak para abdi negara dengan beragam posisi dan profesinya. Tapi apakah mereka sudah benar-benar menjadi ‘negarawan’? Yang sulit buat saya menemukan ‘Seorang Negarawan Sejati’ apalagi di level pejabat.
Saya juga sengaja menggunakan kata ’sementara’ atas penilaian kesan subjektif saya kepada coach Indra Sjafrie. Karena saya ‘khawatir’ nantinya, terlalu tinggi ekspektasi positif saya dapat berubah seketika, seperti halnya harapan yang juga pernah saya sematkan pada ‘Negarawan Konyol’ di Gedung MK yang pindah kantor ke gedung KPK itu.Semoga Coach Indra Sjafrie bersama Timnas U-19 benar-benar siap membuktikan ‘Kenegarawanan Sejati’ mereka, hingga prestasi berakhin di usia senja.
No comments:
Post a Comment