Untuk menunjang pemantauan lalu lintas, pemantauan
daerah bencana, gunung berapi, perkebunan, patroli daerah perbatasan,
dan patroli laut, mahasiswa teknik mesin Universitas Gadjah Mada (UGM)
yang tergabung dalam Grup riset Flying Object Research Center (FORCE) mengembangkan teknologi pesawat nirawak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV).
Pesawat
tanpa awak yang dinamakan Camar Biru berukuran panjang 120 centimeter
dengan bobot empat kilogram itu bisa terbang mengelilingi kawasan kampus
UGM selama 10 menit.
Pesawat nirawak ini terbang tanpa dikendalikan remote control, melainkan terbang secara otomatis (autonomous).
"Remote control hanya
digunakan ketika pesawat melakukan take off dan landing," kata Damar
Satria Guntoro, salah satu mahasiswa peneliti, saat ditemui VIVA, 25 September 2013.
Damar
mengatakan, pesawat yang telah dikembangkan selama dua tahun ini
menelan dana sebesar Rp25 juta. Pada tahap awal, dia bersama tim
peneliti kesulitan mencari bahan untuk pembuatan pesawat.
"Awalnya kami menggunakan bahan fiber. Tapi, karena terlalu terlalu berat, pesawat tidak bisa diterbangkan," katanya.
Setelah
itu, para mahasiswa mencoba material yang lebih ringan, yakni dengan
menggunakan paduan komposit dan kayu basah, alasannya lebih ringan dan
bisa diterbangkan.
Komponen badan dan sayap pesawat menggunakan
bahan lokal. Hanya saja, komponen elektronik beserta remote control
masih diimpor. "Untuk software-nya, kami kembangkan sendiri," jelas Damar..
Mahasiswa
teknik mesin angkatan 2011 menerangkan Camar Biru bisa diterbangkan
secara autonomous menggunakan sensor mengikuti jalur lintasan di udara
berdasarkan titik kordinat GPS.
Sedangkan, perangkat lunak untuk kendali pesawat yang mereka dinamakan mission planner UGM
menggunakan software Microsoft Visual C++. "Program ini mampu memonitor
posisi dan orientasi pesawat beserta kondisi baterai," tandasnya.
Dr Gesang Nugroho, salah satu anggota dosen pembimbing mengatakan Camar Biru dilengkapi dengan controller, sensor, sistem telemetri sehingga dapat terbang secara autonomous.
Camar
biru ini mampu terbang dengan jarak tempuh delapan kilometer,
berkecepatan 60 kilometer/jam. Selain itu, pesawat ini bisa difungsikan
mengirimkan live video, menghasilkan peta udara serta mampu dropping payload pada lokasi tertentu.
"Dengan
baling-baling di tempatkan ke arah belakang, maka kemungkinan saat
pesawat jatuh tidak akan merusak motor pesawat, dan tidak mengganggu
kerja kamera," kata Gesang.
No comments:
Post a Comment