Hari ini Presiden RI ke tiga, Bacharuddin Jusuf Habibie
genap berulang tahun ke 77. Seperti tahun sebelumnya, Habibie memilih
merayakan hari lahirnya di Jerman bersama anak cucu tercinta.
Sama
seperti tahun sebelumnya, tidak ada pesta besar-besaran. Hanya
pertemuan dengan anak cucu dan renungan. "Tidak ada yang spesial," ujar
sekretaris pribadi BJ Habibie, Rubijanto kepada merdeka.com, Senin
(24/6).
Berbicara Habibie, maka publik akan kembali teringat
dengan Timor Timur. Wilayah yang dulu menjadi provinsi ke 27 itu kini
merdeka dan berubah menjadi Timor Leste. Timor Timur lepas saat Habibie
menjadi presiden. Benarkah lepasnya Tim-tim karena kesalahan Habibie?
Usulan
mengenai jajak pendapat atau referendum disampaikan oleh Presiden
Habibie pada saat berlangsung Rapat Koordinasi Khusus Tingkat Menteri
Bidang Politik dan Keamanan (Rakorpolkam) pada tanggal 25 Januari 1999.
Rapat tersebut dilakukan untuk membahas surat yang dikirim oleh Perdana
Menteri Australia-John Howard kepada Presiden RI tanggal 19 Desember
1998 mengenai perubahan sikap Pemerintah Australia terhadap Pemerintah
Indonesia.
Dalam suratnya, PM John Howard mendesak dilakukannya
Jajak Pendapat (referendum) setelah penerapan status khusus dengan
otonomi luas di Timor Timur untuk jangka waktu tertentu. Habibie pun
menyetujui referendum, karena apapun hasilnya hal itu akan berdampak
positif bagi Pemerintah Republik Indonesia. Indonesia akan terbebas dari
beban nasional untuk membiayai pembangunan di Timor Timur, maupun
tekanan-tekanan internasional dan kritik dari negara lain.
Referendum
pun dilakukan. Hasilnya, sebagian besar pemilih menyatakan Timor Timur
merdeka. Timor Timur akhirnya lepas dari pangkuan Ibu Pertiwi.
Pengambilan
keputusan terhadap penyelesaian persoalan Timor Timur menurut beberapa
pakar dan pengamat politik Indonesia dianggap sebagai suatu tindakan
yang gegabah. Habibie pun paling banyak disalahkan.
"Itu harus
dilihat dulu, apakah benar Timor Timur itu memang wilayah dari negara
Indonesia. Kalau memang bukan wilayah Indonesia, kenapa harus
dipersalahkan," ujar sejarawan LIPI Asvi Warman Adam saat berbincang
dengan merdeka.com, Senin (24/6).
Menurut Asvi, dalam catatan
sejarah, sejak Indonesia merdeka, para founding state tidak pernah
menyebut-nyebut Timor Timur sebagai wilayah Indonesia. Soekarno sendiri
baru menyebut penjajahan Portugis di Tim-tim pada tahun 1965.
"Pertama
Tim-tim itu jika ditilik dari sejarahnya ternyata memang bukan wilayah
Indonesia, kedua setelah masuk wilayah Indonesia pun, Tim-tim tidak
dirawat dengan baik. Hal ini mengakibatkan sorotan dunia internasional
begitu tajam," terangnya.
Sebagian kalangan menyebut bahwa
lepasnya Timor Timur karena presiden Indonesia dipegang bukan orang
Jawa. Habibie yang kelahiran Pare-pare Sulawesi dianggap tidak mampu
mengampu jabatan sebagai presiden di Nusantara sehingga Tim-tim lepas.
"Itu
anekdot yang sangat jahat yang disebarkan saat rezim orde baru.
Seolah-olah presiden itu harus Jawa, harus militer atau bahkan ada trah
darah birunya. Itu tidak benar," ujar Asvi
No comments:
Post a Comment